PELONGGARAN
KUANTITATIF
(
QUANTITATIVE EASING )
Mata Kuliah Ekonomi Moneter
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Kelompok
Program Study Ekonomi Islam
Disusun oleh Kelompok 6 :
1.
M. Alimul
Hakim : 13190149
2.
M. Yurizal : 13190155
3. Mario Andela : 13190158
Dosen Pembimbing :
AURORA NOOR AISA S.E.I, M.B.A
Mata Kuliah : Ekonomi
Moneter
FAKULTAS
EKONOMI & BISNIS ISLAM
JURUSAN
EKONOMI ISLAM
UIN
RADEN FATAH
PALEMBANG
2016
Kata Pengantar
Assalaamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah
Kami Panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, yang masih memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada kami
sehingga bisa menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Pelonggaran
Kuantitatif ( Quantitative Easing )”.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas kelompok yang diberikan oleh dosen sebagai tugas
mata kuliah Ekonomi Moneter, selain itu juga sebagai pengembangan wawasan ilmu
Ekonomi Islam, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi kami sendiri dan juga
orang lain.
Akhirnya
kami menyadari bahwa dalam makalah ini pastinya banyak kesalahan dan kekurangan
sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari pembaca agar makalah ini dapat
menjadi lebih sempurna.
Wassalaamu’alaikum Wr. Wb.
Palembang,
7 Mei 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
The Federal Reserve disingkat the Fed
merupakan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang merupakan gabungan dari bank
sentral yang ada di negaranegara bagian AS. Seperti bank sentral Indonesia, The
Fed memiliki tugas utama mengontrol suplai uang tunai dolar AS.Selain itu, The
Fed juga mengatur ribuan bank swasta di seluruh AS dan juga memberikan pinjaman
darurat kepada mereka, jika bank swasta itu mengalami kekurangan uang tunai.
Sebelum memahami tapering off, sebaiknya kita memahami dulu sikap The Fed
ketika membuat keputusan membeli obligasi di pasar keuangan. Keputusan membeli
obligasi inilah kemudian disebut pasar sebagai pelonggaran kuantitatif atau
quantitative easing (QE). Seperti bank sentral lainnya, the Fed mengelola
perekonomian AS dengan cara menaikkan atau menurunkan suku bunga acuan. Namun,
Fed tak tidak bisa menurunkan suku di bawah nol, di mana telah dipertahankan
selama hampir lima tahun.
Jadi, the Fed mencoba cara lain guna
merangsang ekonomi AS, dengan cara memompa uang langsung ke dalam sistem
keuangan. Caranya adalah, the Fed mengeluarkan uang untuk membeli obligasi
jangka panjang , baik itu obligasi berupa surat utang AS dan obligasi kredit
perumahan. Harapannya adalah, uang itu kemudian bisa digunakan oleh perusahaan
untuk keperluan lainnya.
Yang jelas, kebijakan QE dari The Fed itu
telah membantu AS yang dilanda resesi sejak 2009. Namun, belum diketahui
seberapa membantu kebijakan QE tersebut itu bagi pertumbuhan ekonomi AS sejak
2009 sampai tahun ini.
Sampai akhir tahun 2013, The Fed telah
membeli obligasi US$ 85 miliar per bulan. Alhasil, sampai 11 Desember lalu, The
Fed mengantongi hampir US$ 4 triliun dalam bentuk obligasi. Bandingkan aset
yang dimiliki The Fed sebelum krisis keuangan yang hanya US$ 800 miliar. Yang
jelas, the Fed tak ingin terus-terusan melakukan pembelian obligasi. Maka
itulah, bank sentral AS ingin mengurangi stimulus berupa pembelian obligasi itu
secara bertahap. Proses pengurangannya pembelian obligasi secara bertahap
itulah yang kemudian dikenal dengan tapering off.
Sebab, sedikit saja perubahan yang dilakukan The Fed, bisa mengundang
respons pasar, tak hanya di AS tetapi juga bagi pasar di seluruh dunia. Yang
jelas The Fed ingin kembali dalam kondisi normal, alias tak ada lagi program
pembelian obligasi atau menyuntik dollar ke sistem keuangan ekonomi AS.
1. Apa pengertian Quantitative Easing ?
2. Bagaimana mekanisme Quantitative Easing ?
3. Apa tujuan kebijakan Quantitative Easing ?
4. Bagaimana dampak dari kebijakan Quantitative Easing ?
1. Untuk mengetahui pengertian Quantitative Easing
2. Untuk mengetahui mekanisme Quantitative Easing
3. Untuk mengetahui tujuan keijakan Quantitative Easing
4. Untuk mengetahui dampak Quantitative Easing
pada perekonomian Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Quantitative Easing
Quantitative easing
merupakan salahsatu alat kebijakan moneter. Ini berarti bahwa bank sentral
membanjiri pasar dengan mata uang, dengan cara mencetak uang demi meningkatkan
suplai uang. ‘Quantitative’ mengacu kepada money supply ‘easing’ secara
esensial berarti peningkatan. Penciptaan uang oleh bank sentral untuk memacu
perkreditan dan mendorong pembelanjaan, yang akhirnya dapat menggerakan roda
perekonomian. Quantitative mengacu pada kuantitas uang yang diciptakan,
sedangkan easing mengacu pada mengurangi tekanan pada bank.
Quantitative Easing
(QE) adalah istilah yang digunakan terhadap salah satu kebijakan moneter yang
dilakukan oleh bank sentral suatu negara guna meningkatkan jumlah uang beredar
di pasar. Bank sentral Jepang (BoJ) menjalankan kebijakan ini pada tahun 2001
setelah menurunkan tingkat suku bunganya sampai dengan nol persen, tetapi
kemudian The Fed AS juga ikut menjalankannya.Karena setiap bank lokal memiliki
account di bank sentral, maka bank sentral juga tidak perlu repot-repot
memindahkan uang fisik (yang memang tidak ada fisiknya) ke bank-bank tersebut,
semua hanya entry di data komputer. Hanya pengakuan saja yang bentuk fisiknya
tidak disertakan dan hanya pelaporan asset bank tersebut kalau seandainya
diuangkan. Dengan kata lain, bank sentral menciptakan uang dan menggunakan uang
tersebut untuk membeli surat utang, seperti obligasi pemerintah, dari institusi
keuangan, di pasar terbuka. Institusi keuangan itu lalu dapat menggunakan uang
itu untuk mengucurkan kredit atau membeli aset lain. Namun, kini uang baru itu
cenderung diciptakan secara elektronik dari pada dicetak secara fisik.
Secara teori, Bank
Sentral dapat memperluas distribusi uang dengan menciptakan pinjaman baru untuk
membeli aset milik Bank dan Institusi keuangan lainnya. Mendorong perekonomian
dengan menggunakan uang hasil penjualan aset untuk pembelian produk barang,
jasa, menciptakan lapangan kerja dan lebih banyak aset lagi. Dengan investasi
dan belanja yang meningkat ini, roda ekonomi dapat berputar lebih baik.Dengan
kebijakan QE bank sentral akan meningkatkan jumlah uang beredar dengan melakukan
pembelian berbagai aset investasi termasuk suratsurat berharga dan saham
sehingga meningkatkan likuiditas mata uang. Dengan demikian laju inflasi akan
meningkat sementara jumlah uang beredar yang meningkat akan makin memperlemah
nilai mata uang. Tujuan dari QE adalah agar bank sentral sanggup memberikan
kredit dan dalam jangka panjang dan tidak kekurangan.
B.
Mekanisme Quantitative Easing.
Mekanisme dan
harapan dari QE secara teori:
1.
The
Fed mencetak uang secara elektronik dengan mengkreditkan uang tersebut di
rekeningnya.
2.
The
Fed membeli mortgage bank securities (MBS) dari lembaga keuangan seperti bank
dan sekuritas.
3.
Dengan
aksi beli dari The Fed, harga surat berharga yaitu MBS ini akan naik dan yield
MBS tersebut akan turun sehingga sebagai instrumen investasi, MBS menjadi
kurang menarik. Bank dan lembaga keuangan yang menerima uang dari The Fed
seharusnya menggunakannya untuk berinvestasi atau meminjamkannya lagi ke nasabah.
4.
Uang
yang beredar di masyarakat dibelanjakan dan ekonomi akan terpacu. Lapangan
tenaga kerja pun tercipta.
5.
Pada
suatu saat ketika ekonomi sudah mulai membaik, The Fed akan kembali menjual MBS
yang dibeli dan melenyapkan uang yang diterimanya. Artinya dalam jangka panjang
tidak ada tambahan uang yang diciptakan.
Mekanisme untuk
melakukan kebijakan QE , yaitu :
1.
Bank
Sentral merencakankan tindakan untuk mencetak uang baru dan melakukan program
pembelian obligasi pemerintah yang beredar di pasar.
2.
Dengan
dilakukan pembelian obligasi tersebut maka akan berkurangnya obligasi
pemerintah yang beredar di masyarakat sehingga meningkatnya harga obligasi
pemerintah tersebut. Dengan kata lain nilai yield pun akan berkurang.
3.
Bank
umum yang menjual obligasinya kepada pemerintah maka akan memperoleh dana
pinjaman yang lebih banyak.
Dengan
dilakukan kebijakan tersebut maka tingkat bunga obligasi yang sudah turun, maka
bank sentral bisa menurunkan suku bunga pinjaman. Tingkat suku bunga pinjaman
yang rendah akan menarik kembali minat para konsumen dan pelaku bisnis sehingga
hal ini akan meningkatkan aktifitas perekonomian khususnya di pasar kredit
sehingga akan berdampak bagi pertumbuhan ekonomi suatu negara. Dan juga
memastikan bahwa tingkat inflasi suatu negara tidak jatuh dibawah target.
Sedangkan mekanismenya dapat kita ambil contoh pada negara USA, dimana Federal
Reserve (Fed) bertindak sebagai Bank Sentral AS.
Dimana Fed
mencetak uang (tanpa jaminan dari emas tentunya), untuk membeli surat hutang
negara (treasuries) dari pemerintah ataupun bank-bank komersial melalui open
market. Maka pemerintah dan bank-bank tersebut mendapatkan suntikan dana segar
untuk membiayai berbagai hal. Pemerintah dapat menggunakannya untuk membiayai
anggaran pengeluaran, dan bankbank komersial dapat menggunakannya untuk kembali
menyalurkan kredit ke masyarakat. Jika kredit ke masyarakat berjalan lancar,
dengan begitu bank-bank komersial diharapkan dapat menggerakkan kembali roda
perekonomian.
C.
Tujuan kebijakan Quantitative Easing
Tujuan
quantitative easing sendiri pada dasarnya untuk menurunkan tingkat bunga kredit
agar masyarakat dan korporasi (badan usaha) bisa mendapatkan pinjaman dana
dengan bunga terjangkau. QE juga diharapkan memancing para investor untuk
keluar dari jenis investasi yang aman seperti bonds (surat hutang negara) dan
bisa lebih banyak berkontribusi ke private sektor seperti meminjamkan modal ke
perusahaan ataupun pengusaha. Pada akhirnya ini akan menaikkan optimisme bahwa
ekonomi akan membaik. Harapan akan ekonomi yang membaik seperti inilah yang
mendorong harga saham naik pesat ketika QE diumumkan. Namun yang terjadi pada
kenyataanya sangatlah berbeda. Bankbank yang telah mendapatkan suntikan dana
dari Fed tidak bisa (atau tidak mau) menyalurkan kredit ke masyarakat seperti
yang sudah direncanakan. Bankbank tersebut lebih suka menggunakannya untuk
berspekulasi di market. Ya namanya juga manusia, dengan sikap serakahnya mereka
ingin mendapatkan keuntungan untuk dirinya masingmasing. Seperti kasus JP
Morgan yang akhirnya mengalami kerugian milyaran dolar AS karena berspekulasi
di market Credit Default Swap (CDS). Bank-bank di Indonesia juga pernah
mengalami kasus seperti ini, seperti kasus kredit macet pada beberapa tahun
yang lalu. Belum lagi bila mereka turut terlibat untuk berspekulasi di pasar
saham.
Dampak Bagi
Perekonomian Indonesia
Banyaknya dana
yang dialirkan ke pasar tidak sebanding dengan kemampuan perekonomian untuk
menyerap. Hal ini terjadi karena perputaran pasar uang bergerak lebih cepat
dari sektor riil itu sendiri. Hal ini salah satunya diakibatkan karena
perlambatan perekonomian dunia dari 3,1% di tahun 2011 menjadi 2,5% di tahun
2012. Akibatnya banyak dana yang tidak
terserap atau yang biasa dikenal dengan liquidity excess. Dana yang menganggur
ini memicu investor untuk mengalirkannya ke surat utang di negara emerging market
seperti Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penguatan indeks saham.
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia yang terus membaik tentu saja menjadi daya tarik bagi
investor. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai angka 6% per tahunnya. Aliran
investasi asing ini jika masuk ke sektor riil tentu saja akan memacu
pertumbuhan ekonomi Indonesia. Capital inflow ini harus diwaspadai oleh Bank
Indonesia. Yang ditakutkan adalah bila dana ini lebih banyak di sektor
portofolio ataupun saham. Bagi Indonesia sendiri adanya QE akan menyebabkan
capital inflow yang cukup tinggi karena kita menawarkan pengembalian yang lebih
tinggi dibandingkan negara Eropa dan Amerika Serikat. Dampak buruknya hal ini
dapat memicu inflasi. Banyaknya arus modal yang masuk ini akan mengapresiasi rupiah
sehingga apabila tidak ditanggulangi maka akan berdampak pada ekspor Indonesia.
Selain itu, derasnya arus investasi yang masuk dikhawatirkan hanya akan
membanjiri pasar uang. Hal ini terjadi karena aset sektor keuangan meningkat
tanpa diikuti secara seimbang oleh sektor riil atau yang dulu kita kenal dengan
bubble economy. Ketika perekonomian Amerika Serikat semakin membaik,
kemungkinan terjadinya capital flight tidak dapat dihindari lagi.
Secara umum,
investasi asing yang masuk lebih banyak ke sektor riil dalam 6 tahun terakhir.
Adapun investasi yang masuk ke sektor portfolio lebih banyak dialokasikan ke
arah obligasi (debt investment). Jika memang investasi asing ini lebih banyak
dialirkan ke arah spekulasi maka seharusnya akan mendongkrak IHSG. Tidak dapat
dipungkiri pada tahun 2011, IHSG mencapai titik tertingginya yaitu 4.193,44.
Akan tetapi bila dilihat IHSG secara keseluruhan selama 7 tahun terakhir, maka
dapat dilihat bahwa aliran dana ini lebih banyak ke arah investasi long only.
Secara umum dapat
diambil kesimpulan sederhana bahwa investasi asing yang masuk ke Indonesia
lebih banyak bersifat long only karena IHSG memang mengalami kenaikan tetapi
tidak pesat. Jika memang lebih banyak investasi yang bersifat hedge funds maka
ketika tapperring off QE III ini akan
menurunkan IHSG secara tajam.
QE berpotensi
menyebabkan resiko inflasi
Inflasi adalah
suatu proses mningkatnya harga-harga secara umum dan terus menerus berkaitan
dengan mekanisme pasar. Hal tersebut bisa disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya
hubungan antara permintaan dan penawaran, terhambatnya proses distribusi
barang/jasa kepada konsumen, dan meningkatnya persediaan uang yang beredar di
masyarakat. Dampak yang sering kita temui dari adanya QE adalah menyebabkan
resiko inflasi di mata uang karena adanya pencetakan uang baru dengan catatan
apabila hal tersebut menyebabkan index harga barang & jasa naik. Di sisi
lain Bernanke selaku presiden bank sentral AS yakin bahwa QE tidak akan
menyebabkan inflasi karena sejauh ini tingkat permintaan untuk barang &
jasa di Amerika masih sangat rendah.
BAB III
PENUTUP
1.
Quantitative easing
merupakan salahsatu alat kebijakan moneter. Ini berarti bahwa bank sentral
membanjiri pasar dengan mata uang, dengan cara mencetak uang demi meningkatkan
suplai uang. ‘Quantitative’ mengacu kepada money supply ‘easing’ secara
esensial berarti peningkatan.
2.
Mekanisme
untuk melakukan kebijakan QE , yaitu :
a.
Bank
Sentral merencakankan tindakan untuk mencetak uang baru dan melakukan program
pembelian obligasi pemerintah yang beredar di pasar.
b.
Dengan
dilakukan pembelian obligasi tersebut maka akan berkurangnya obligasi
pemerintah yang beredar di masyarakat sehingga meningkatnya harga obligasi
pemerintah tersebut. Dengan kata lain nilai yield pun akan berkurang.
c.
Bank
umum yang menjual obligasinya kepada pemerintah maka akan memperoleh dana
pinjaman yang lebih banyak.
3.
Tujuan
quantitative easing sendiri pada dasarnya untuk menurunkan tingkat bunga kredit
agar masyarakat dan korporasi (badan usaha) bisa mendapatkan pinjaman dana
dengan bunga terjangkau. QE juga diharapkan memancing para investor untuk
keluar dari jenis investasi yang aman seperti bonds (surat hutang negara) dan
bisa lebih banyak berkontribusi ke private sektor seperti meminjamkan modal ke perusahaan
ataupun pengusaha.
4.
Dampak
QE bagi Indonesia ialah banyak investor yang mengalirkan dananya ke surat utang
di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari penguatan indeks saham.
DAFTAR PUSTAKA
Budiana, Nyoman. (2014, 1 Februari). Stimulus Amerika, Apa
Dampak Buruk Bagi Indonesia. Tempo[Online].Tersedia: http://www.tempo.co/read/news/2014/02/01/092550026/Stimulus-Amerika-Apa-
Dampak-Buruk-bagi-Indonesia (diakses pada tanggal 06 Mei 2016 ).
Amri, AB.
(2013, 23 Desember). Apa Itu Quantitative Easing? Apa Itu Tapering?.
Kontan [Online]. Tersedia:
http://fokus.kontan.co.id/news/apa-itu-quantitative-easing-apa-itu-tapering
(diakses pada tanggal 06 Mei 2016 ).
Amiablemaiden. “Dampak
Tappering Off Quantitative Easing III Bagi Indonesia”
https://amiablemaiden1234.wordpress.com/2014/02/27/dampak-tappering-off-
quantitative-easing-iii-bagi-indonesia/ (diakses pada tanggal 06 Mei 2016 )