3. Pengaruh Sistem Sewa Tanah
Pada masa
tersebut meletus perang di Eropa antara Prancis dan Belanda. Willem V dari
negeri Belanda berhasil lolos dari serangan Prancis dan melarikan diri ke
Inggris. Willem V kemudian mengeluarkan maklumat yang memerintahkan para
pejabat jajahan Belanda menyerahkan wilayahnya kepada Inggris. Maklumat ini
dimaksudkan agar jajahan Belanda tidak jatuh ke tangan Prancis.
Saat Inggris
menguasai Indonesia, Gubernur Jenderal Lord Minto membagi daerah jajahan Hindia
Belanda menjadi empat gubernement, yakni Malaka, Sumatra, Jawa, dan Maluku.
Lord Minto selanjutnya menyerahkan tanggung jawab kekuasaan atas seluruh
wilayah itu kepada Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles.
Salah satu kebijakan terkenal pada
masa Raffles adalah sistem sewa tanah atau landrent-system atau landelijk
stelsel. Sistem tersebut memiliki ketentuan, antara lain sebagai berikut.
a.
Petani
harus menyewa tanah meskipun dia adalah pemilik tanah tersebut.
b.
Harga
sewa tanah tergantung kepada kondisi tanah.
c. Pembayaran sewa tanah dilakukan dengan uang tunai.
d. Bagi yang tidak memiliki tanah dikenakan pajak kepala.
Wawasan
Teori Domein. Dalam melaksanakan sistem sewa tanah, Gubernur Jenderal Raflles menggunakan Teori Domein. Rafles berpendapat bahwa tanah yang dimiliki petani pada dasarnya adalah tanah para raja. Karena kekuasaan para raja telah berpindah dari pemerintah Inggris, maka sebagai akibat hukumnya hak-hak pemilikan atas tanah tersebut dengan sendirinya beralih pula kepada raja Inggris. Oleh karena itu, tanah-tanah yang dikuasai dan digunakan oleh rakyat itu bukan miliknya, melainkan milik raja Inggris, sehingga mereka wajib memberikan sesuatu kepada raja Inggris sebagaimana sebelumnya diberikan kepada raja-raja mereka sendiri. Hal yang menjadi kewajiban untuk diberikan tersebut dikenal dengan istilah landrente Raffles.
Bagaimana
pendapatmu tentang sistem sewa tanah? Walaupun lebih ringan dari sistem Tanam
Paksa, sewa tanah tetap memberatkan rakyat. Sistem sewa tanah menggambarkan
seakan-akan rakyat tidak memiliki tanah, padahal tanah tersebut adalah milik
rakyat. Hasil sewa tanah juga tidak seluruhnya digunakan untuk kemakmuran
rakyat. Hasil sewa tanah tersebut sebagian besar digunakan untuk kepentingan
penjajah.
Pelaksanaan sistem sewa tanah
tersebut dianggap memiliki banyak kelemahan sehingga gagal diterapkan di
Indonesia. Beberapa penyebab kegagalan pelaksanaan sistem sewa tanah adalah
sebagai berikut.
a.
Sulit
menentukan besar kecil pajak bagi pemilik tanah karena tidak semua rakyat memiliki
tanah yang sama.
b.
Sulit
menentukan luas dan tingkat kesuburan tanah petani.
c.
Keterbatasan
jumlah pegawai.
d.
Masyarakat
desa belum mengenal sistem uang.
Sistem sewa tanah diberlakukan
terhadap daerah-daerah di Pulau Jawa, kecuali daerah-daerah Batavia dan
Parahyangan. Daerah-daerah Batavia umumnya telah menjadi milik swasta dan
daerah-daerah Parahyangan merupakan daerah wajib tanaman kopi yang memberikan keuntungan
besar kepada pemerintah.
4.
Pengaruh
Sistem Tanam Paksa
Pada masa
penjajahan abad XIX, tanaman seperti teh, kopi, dan kakao merupakan komoditas
utama ekspor Indonesia. Karena itu, Belanda berusaha menaikkan ekspor tanaman
perkebunan tersebut. Apalagi ketika awal abad XX Belanda menghadapi perang di
Eropa, yang menyebabkan kerugian keuangan yang besar. Selain itu Belanda
menghadapi berbagai perlawanan rakyat Indonesia di berbagai daerah. Salah satu
cara Belanda untuk menutup kerugian adalah dengan meningkatkan ekspor.
Peningkatan ekspor merupakan pilihan Belanda untuk mempercepat penambahan
pundi-pundi keuangan negara.
Pada tahun
1830,Johannes van den Bosch menerapkan sistem tanam paksa (cultuur stelsel).
Kebijakan ini diberlakukan karena Belanda menghadapi kesulitan keuangan akibat
perang Jawa atau Perang Diponegoro (1825-1830) dan Perang Belgia (1830- 1831).
Wawasan
Tahukah kalian
ketentuan-ketentuan kebijakan tanam paksa? Simaklah ketentuan-ketentuan sistem
tersebut berikut ini.
1.
Penduduk
wajib menyerahkan seperlima tanahnya untuk ditanami tanaman wajib dan
berkualitas ekspor.
2.
Tanah
yang ditanami tanaman wajib bebas dari pajak tanah.
3.
Waktu
yang digunakan untuk pengerjaan tanaman wajib tidak melebihi waktu untuk
menanam padi.
4.
Apabila
harga tanaman wajib setelah dijual melebihi besarnya pajak tanah, kelebihannya
dikembalikan kepada penduduk.
5.
Kegagalan
panen tanaman wajib bukan kesalahan penduduk, melainkan menjadi tanggung jawab
pemerintah Belanda.
6.
Penduduk
dalam pekerjaannya dipimpin penguasa pribumi, sedangkan pegawai Eropa menjadi
pengawas, pemungut, dan pengangkut.
7. Penduduk yang tidak memiliki tanah harus melakukan kerja wajib selama seperlima tahun (66 hari) dan mendapatkan upah.
Ketentuan kebijakan tanam paksa yang
diberlakukan pemerintah Hindia Belanda sangat memberatkan masyarakat Indonesia.
Apalagi, pelaksanaannya penuh dengan penyelewengan sehingga semakin menambah
penderitaan rakyat Indonesia. Banyak ketentuan yang dilanggar atau
diselewengkan baik oleh pegawai Belanda maupun pribumi. Praktik-praktik
penekanan dan pemaksaan terhadap rakyat tersebut antara lain sebagai berikut.
a.
Menurut
ketentuan, tanah yang digunakan untuk tanaman wajib hanya 1/5 dari tanah yang
dimiliki rakyat. Namun kenyataannya, selalu lebih bahkan sampai ½ bagian dari
tanah yang dimiliki rakyat.
b.
Kelebihan
hasil panen tanaman wajib tidak pernah dibayarkan.
c.
Waktu
untuk kerja wajib melebihi dari 66 hari, dan tanpa imbalan yang memadai.
d.
Tanah
yang digunakan untuk tanaman wajib tetap dikenakan pajak.
Penderitaan rakyat Indonesia akibat
kebijakan Tanam Paksa ini dapat dilihat dari jumlah angka kematian rakyat
Indonesia yang tinggi akibat kelaparan dan penyakit kekurangan gizi. Pada tahun
1848-1850, karena paceklik, 9/10 penduduk Grobogan, Jawa Tengah mati kelaparan.
Dari jumlah penduduk yang semula 89.000 orang, yang dapat bertahan hanya 9.000
orang. Penduduk Demak yang semula berjumlah 336.000 orang hanya tersisa
sebanyak 120.000 orang. Data ini belum termasuk data penduduk di daerah lain,
yang menunjukkan betapa mengerikannya masa penjajahan saat itu. Tentu saja,
tingginya kematian tersebut bukan semata-mata disebabkan sistem Tanam Paksa.
Sistem ini
membuat banyak pihak bersimpati dan mengecam praktik Tanam Paksa. Kecaman tidak
hanya datang dari bangsa Indonesia, tetapi juga orang-orang Belanda. Mereka
menuntut agar Tanam Paksa dihapuskan. Kecaman dari berbagai pihak tersebut
membuahkan hasil dengan dihapusnya sistem Tanam Paksa pada tahun 1870.
Orang-orang Belanda yang menentang adanya Tanam
Paksa tersebut di antaranya Baron
van Hoevel, E.F.E. Douwes Dekker (Multatuli), dan L. Vitalis.
Pada tahun
1870, keluar Undang-Undang Agraria (Agrarische Wet) yang mengatur tentang
prinsip-prinsip politik tanah di negeri jajahan yang menegaskan bahwa pihak
swasta dapat menyewa tanah, baik tanah pemerintah maupun tanah penduduk. Tanah-
tanah pemerintah dapat disewa pengusaha swasta sampai 75 tahun. Tanah penduduk
dapat disewa selama 5 tahun, dan ada juga yang disewa sampai 30 tahun.
Pada tahun yang
sama juga (1870) keluar Undang-undang Gula (Suiker Wet), yang berisi larangan
mengangkut tebu keluar dari Indonesia. Tebu harus diproses di Indonesia. Pabrik
gula milik pemerintah akan dihapus secara bertahap dan diambil alih oleh pihak
swasta. Pihak swasta diberi kesempatan yang luas untuk mendirikan pabrik gula
baru.
Melalui UU
Gula, perusahaan-perusahaan swasta Eropa mulai berinvestasi di Hindia-Belanda
di bidang perkebunan. Sejak UU Agraria dan UU Gula dikeluarkan, pihak swasta
semakin banyak memasuki tanah jajahan di Indonesia. Mereka memainkan peranan
penting dalam mengeksploitasi tanah jajahan. Tanah jajahan
di Indonesia berfungsi sebagai tempat untuk mendapatkan bahan mentah
untuk kepentingan industri di Eropa dan tempat penanaman modal asing, tempat
pemasaran barang-barang hasil industri dari Eropa, serta penyedia tenaga kerja
yang murah.
*Rujukan :
*Buku Siswa Ilmu Pengetahuan Sosial Kelas 8 / Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.-- Jakarta: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2017.
Bisa juga membaca materi lengkapnya di Buku Paket Mata Pelajaran IPS klik disini
Setelah membaca materi bisa mengerjakan soal latihan klik disini
0 Comments:
Posting Komentar
Bagikan Komentarmu