Jenis-jenis Lembaga Sosial Part II (Lembaga Pendidikan dan Politik)

 

 

D.    Lembaga Pendidikan

     Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dalam Kamus Bahasa Indonesia, tentang Pengertian Pendidikan, yang berasal dari kata “didik”, kata ini mendapat awalan kata “me” sehingga menjadi “mendidik” artinya memelihara dan memberi latihan. Dalam memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan dan bimbingan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.

Kata pendidikan  (education) berasal dari bahasa latin educare yang artinya. Pendidikan merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan menuju kecerdasan pengetahuan atau dari tidak tahu menjadi tahu. Apakah yang dimaksud dengan lembaga pendidikan? Lembaga Pendidikan adalah lembaga atau tempat berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukan dengan tujuan untuk mengubah tingkah laku individu ke arah yang lebih baik melalui interaksi dengan lingkungan sekitar. Lembaga Pendidikan merupakan sebuah lembaga yang menawarkan pendidikan formal mulai dari jenjang pra-sekolah sampai ke jenjang pendidikan tinggi, baik yang bersifat umum maupun khusus.

Lembaga pendidikan juga merupakan sebuah institusi sosial yang menjadi agen sosialisasi lanjutan setelah lembaga keluarga. Dalam lembaga pendidikan, seorang anak akan dikenalkan mengenai kehidupan bermasyarakat yang lebih luas. Selain sekolah sebagai lembaga pendidikan formal, terdapat pula pendidikan nonformal, misalnya kursus-kursus keterampilan, kursus bahasa, dan kursus komputer serta pendidikan informal, pendidikan yang terjadi di keluarga (rumah). Pendidikan memberikan arah terhadap pertumbuhan dan perkembangan manusia dan lingkungannya. Pertumbuhan dan perkembangan akan mengalami perubahan sesuai dengan perubahan waktu sehingga  harus  terorganisasi  dan diarahkan sedemikian rupa menuju kepada tujuan akhir pendidikan sebagaimana yang telah ditetapkan. Lembaga-lembaga pendidikan merupakan penyalur pendidikan itu sendiri terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dari tuntutan perubahan di masyarakat.

Secara fundamental lembaga pendidikan berfungsi untuk mengatur pemenuhan kebutuhan terhadap pendidikan. Mengenai fungsi lembaga pendidikan ada dua yaitu fungsi manifes dan fungsi laten. Fungsi manifes adalah fungsi yang tercantum dalam kurikulum sekolah.

Menurut Horton dan Hunt dalam Kamanto Sunarto (2004), fungsi manifes lembaga pendidikan antara lain sebagai berikut :

1)      Mempersiapkan anggota masyarakat untuk mencari nafkah. Dengan bekal keterampilan yang diperoleh dari lembaga pendidikan seperti sekolah maka seseorang siap untuk bekerja.

2)      Mengembangkan bakat perseorangan demi kepuasan pribadi dan bagi kepentingan masyarakat.

3)      Melestarikan kebudayaan masyarakat. Lembaga pendidikan mengajarkan beragam kebudayaan dalam masyarakat.

4)      Menanamkan keterampilan yang perlu bagi partisipasi dalam demokrasi.

Fungsi laten (fungsi yang tidak disadari ) dari lembaga pendidikan antara

lain :

1)      Mengurangi pengendalian orang tua.

Keikutsertaan seorang anak dalam lembaga pendidikan seperti sekolah akan mengurangi pengendalian orang tuanya karena yang berperan saat dalam pengajaran dan pendidikan di sekolah adalah para gurunya.

2)      Mempertahankan sistem kelas sosial.

Lembaga sekolah diharapkan dapat mensosialisasikan kepada para anak didiknya untuk menerima perbedaan status yang ada di masyarakat. Sekolah diharapkan dapat menghilangkan perbedaan kelas sosial berdasarkan status sosial peserta didik di masyarakat.

3)      Memperpanjang masa remaja.

Adanya sekolah memungkinkan diperpanjang masa remaja dan penundaan masa dewasa.

 

E.     Lembaga Politik

Secara etimologis, politik berasal dari kata Yunani yaitu polis yang berarti kota atau negara kota. Kemudian arti itu berkembang menjadi polities yang berarti warganegara, politeia yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, politika yang berarti pemerintahan negara dan politikos yang berarti kewarganegaraan. Kata “politisi” berarti orang-orang yang menekuni hal politik.

Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan, khususnya dalam negara. Definisi politik yang lainnya seperti: politik adalah usaha yang ditempuh warga negara untuk mewujudkan kebaikan bersama. Politik adalah hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemerintahan dan negara. Politik merupakan kegiatan yang diarahkan untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan di masyarakat.

Lembaga politik merupakan suatu lembaga yang mengatur pelaksanaan dan wewenang yang menyangkut kepentingan masyarakat agar tercapai suatu keteraturan dan tata tertib kehidupan bermasyarakat. Lembaga politik merupakan keseluruhan tata nilai dan norma yang berkaitan dengan kekuasaan. Politik merupakan kegiatan yang berkaitan dengan masalah kekuasaan (power). Kekuasaan adalah kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku itu menjadi sesuai dengan keinginan dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan itu. Adanya kekuasaan cenderung bergantung kepada hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai.

Kekuasaan selalu ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah kompleks. Pada masyarakat yang masih sederhana, kekuasaan itu mungkin dijalankan oleh seseorang atau sekelompok kecil orang yang terdiri dari keluarga atau klan. Mereka menjalankan semua bidang kekuasaannya. Misalnya pada masyarakat, hukum adat atau desa yang terpencil letaknya. Sedangkan pada masyarakat yang kompleks kekuasaan itu biasanya terbagi pada beberapa golongan, sehingga terdapat perbedaan dan pemisahan dari kekuasaan. Misalnya adanya kekuasaan yang terbagi itu tampak dengan jelas di dalam masyarakat yang menganut dan melaksanakan demokrasi. Jadi kekuasaan itu terdapat di mana-mana pada setiap masyarakat, namum pada umumnya kekuasaan yang tertinggi ada organisasi yang tertinggi yang disebut Negara.

Setiap masyarakat mempunyai nilai dan norma tersendiri yang mengatur bentuk dan penggunaan  kekuasaan itu. Apakah yang dimaksud dengan nilai dalam masyarakat? Nilai sosial adalah suatu perbuatan atau tindakan yang oleh masyarakat dianggap baik. Nilai sosial dalam setiap masyarakat tidak selalu sama, karena nilai di masyarakat tertentu dianggap baik tapi belum tentu baik dimasyarakat yang lain. Maka karena keyakinan, nilai dan norma  antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain berbeda. Sehingga lembaga politik yang terbentuk pun akan berbeda. Lembaga politik lahir dari serangkaian nilai dan norma yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan akan kekuasaan, khususnya kekuasaan pada tingkat Negara.

Lembaga politik merupakan suatu badan yang mengkhususkan diri pada pelaksanaan kekuasaan dan wewenang. Lembaga-lembaga politik yang berkembang di Indonesia adalah sebagai berikut :

1)      Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR)

2)      Presiden dan Wakil Presiden

3)      Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)

4)      Dewan Perwakilan Daerah (DPD)

5)      Pemerintahan Daerah

6)      DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota

7)      Partai Politik

Secara fundamental lembaga politik berfungsi untuk mengatur dan membatasi setiap aktivitas politik dalam masyarakat. Fungsi lembaga politik dapat diuraikan sebagai berikut :

1)      Memelihara Ketertiban di Dalam Negeri.

Lembaga politik memiliki fungsi untuk memelihara ketertiban didalam masyarakat dengan menggunakan wewenang yang dimilikinya, baik dengan cara persuasif (penyuluhan) maupun cara koersif (kekerasan).

Lembaga politik bertindak sebagai penegak hukum yang menyelesaikan konflik yang terjadi di antara anggota masyarakat secara adil sehingga anggota masyarakat dapat hidup dengan tentram.

2)      Mengusahakan Kesejahteraan Umum

Lembaga politik memiliki fungsi untuk merencanakan dan melaksanakan pelayanan-pelayanan sosial serta mengusahakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat. Contohnya antara lain: pengadaan dan distribusi pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan.


Bisa juga membaca materi lengkapnya di Buku Paket Mata Pelajaran IPS klik disini 

Setelah membaca materi bisa mengerjakan soal latihan klik disini

Continue reading Jenis-jenis Lembaga Sosial Part II (Lembaga Pendidikan dan Politik)

Konflik dan Integrasi dalam Kehidupan Sosial

                                       

1.  Konflik dalam Kehidupan Sosial

A.    Pengertian Konflik

Pengertian konflik menurut ahli:

1)      Menurut Robert M.Z. Lawang

Konflik adalah perjuangan untuk memperoleh hal-hal yang langka, seperti nilai, status, kekuasaan, dan sebagainya dengan tujuan tidak hanya memperoleh keuntungan, tetapi juga untuk menundukkan pesaingnya. Konflik terjadi karena benturan kekuatan dan kepentingan antara satu kelompok dan kelompok lain dalam rangka memperebutkan sumber-sumber kemasyarakatan (ekonomi, politik, sosial, dan budaya) yang relatif terbatas.

2)      Menurut Kartono

Konflik merupakan proses sosial yang bersifat antagonistik dan terkadang tidak bisa diserasikan karena dua belah pihak yang berkonflik memiliki tujuan, sikap, dan struktur nilai yang berbeda, yang tercermin dalam berbagai bentuk perilaku perlawanan, baik yang halus, terkontrol, tersembunyi, tidak langsung, terkamuflase maupun yang terbuka dalam bentuk tindakan kekerasan.

 

B.     Faktor-Faktor Penyebab Konflik Sosial

Berikut ini merupakan beberapa penyebab konflik yang biasanya terjadi dalam kehidupan manusia.

1)      Perbedaan Individu

Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial. Sebab, dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.

2)      Perbedaan Latar Belakang Kebudayaan

Orang dibesarkan dalam lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam lingkup yang lebih luas, berbagai kelompok kebudayaan bisa saja memiliki nilai- nilai dan norma-norma sosial yang berbeda-beda. Perbedaan-perbedaan inilah yang dapat mendatangkan konflik sosial, sebab kriteria tentang sopan-tidak sopan, pantas-tidak pantas, atau bahkan berguna atau tidak bergunanya sesuatu baik itu benda fisik maupun nonfisik bisa berbeda-beda.

3)      Perbedaan Kepentingan

setiap individu memiliki kebutuhan dan kepentingan yang berbeda dalam melihat atau mengerjakan sesuatu. Manusia memiliki perasaan, pendirian, maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda-beda. Dalam waktu yang bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda. Konflik akibat perbedaan kepentingan ini dapat pula menyangkut bidang politik, ekonomi, sosial, dan budaya. Begitu pula dapat terjadi antarkelompok atau antara kelompok dan individu.

4)      Perubahan-Perubahan Nilai yang Cepat

Perundang-undangan atau peraturan yang sifatnya mengubah kebiasaan masyarakat biasanya dilakukan melalui berbagai kajian terlebih dahulu. Hal ini dilakukan supaya masyarakat tidak kaget dengan perubahan yang tiba-tiba terjadi. Sebagai contoh, peraturan merokok di tempat umum. Pemerintah tidak langsung memberlakukannya di seluruh masyarakat Indonesia, tetapi di beberapa tempat yang terbatas terlebih dahulu, lalu perlahan-lahan terus meluas dalam rangka memberi kesempatan kepada masyarakat untuk memahami peraturan tersebut. Perubahan adalah sesuatu yang lazim dan wajar terjadi, tetapi jika berlangsung cepat atau bahkan mendadak, perubahan itu akan menyebabkan konflik sosial. Suatu konflik mempunyai kecenderungan atau kemungkinan untuk mengadakan penyesuaian kembali norma-norma dan hubungan-hubungan sosial dalam kelompok bersangkutan dengan kebutuhan individu maupun bagian-bagian kelompok tersebut.

 

C.     Akibat-akibat Konflik Sosial

Berikut ini merupakan akibat terjadinya konflik sosial.

1)      Meningkatnya Solidaritas Sesama Anggota Kelompok

Dalam kasus peristiwa pertempuran Surabaya, para pejuang tidak menghiraukan perbedaan suku, agama, organisasi politik, dan sebagainya. Mereka bahu-membahu melawan Inggris (Sekutu). Terjadinya konflik dengan kelompok lain justru dapat meningkatan solidaritas sesama anggota kelompok (in-group solidarity) yang sedang mengalami konflik dengan kelompok lain.

2)      Retaknya Hubungan Antarindividu atau Kelompok

Konflik yang terjadi antarindividu atau antarkelompok dapat menimbulkan keretakan hubungan. Keretakan tersebut dapat terjadi sementara ataupun permanen. Kalian mungkin pernah konflik dengan temanmu, yang menyebabkan dalam beberapa waktu tidak terjalin hubungan yang baik. Namun, karena kemudian saling menyadari kesalahan, kalian berdua akhirnya saling memaafkan.

3)      Terjadinya Perubahan Kepribadian para Individu

Perubahan kepribadian dapat terjadi pada kedua belah pihak yang mengalami konflik. Kedua belah pihak dapat saling menyesuaikan atau justru masing-masing mempertahankan kebenaran yang diyakini.

4)      Rusaknya Harta Benda dan Bahkan Hilangnya Nyawa Manusia

Konflik yang berujung pada kekerasan fisik dapat menyebabkan kerusakan dan hilangnya nyawa manusia. Sebagai contoh, konflik yang diakhiri dengan peperangan.

5)      Terjadinya Akomodasi, Dominasi, Bahkan Penaklukan Salah Satu Pihak yang Terlibat dalam Pertikaian.

 

D.    Cara Menangani Konflik

1)      Menghindar

Kadang orang merasa tidak ada manfaatnya melanjutkan konflik dengan orang atau kelompok lain. Hal ini mungkin disebabkan keyakinan bahwa dia tidak akan menang menghadapi konflik. Dalam hal ini, dia mengorbankan tujuan pribadi ataupun hubungannya dengan orang lain. Orang ini berusaha menjauhi masalah yang menimbulkan konflik ataupun orang yang bertentangan dengannya.

2)      Memaksakan Kehendak

Terdapat individu atau kelompok yang memandang bahwa pendapatnya atau idenya paling benar. Oleh karena itu, dengan segala cara, konflik harus berakhir dengan kemenangan di pihaknya. Karena itu, dia atau mereka berusaha menguasai lawan-lawannya dan memaksa lawan menerima penyelesaian yang diinginkan. Tujuan pribadinya dianggap sangat penting, sedangkan hubungan dengan orang lain kurang begitu penting. Tipe ini tidak peduli terhadap kebutuhan orang lain. Ia tidak peduli apakah orang lain menyukai dan menerima dirinya atau tidak. Ia menganggap bahwa konflik harus diselesaikan dengan cara satu pihak harus menang.

3)      Menyesuaikan Kepada Keinginan Orang Lain

Terdapat individu yang ingin diterima dan disukai orang lain. Ia merasa bahwa konflik harus dihindari demi keserasian (harmoni) dan ia yakin bahwa konflik tidak dapat dibicarakan jika merusak hubungan baik. Ia khawatir apabila konflik berlanjut, seseorang akan terluka dan hal itu akan menghancurkan hubungan pribadi dengan orang tersebut. Ia mengorbankan tujuan pribadi untuk mempertahankan hubungan dengan orang lain.

4)      Tawar Menawar

Dalam proses tawar-menawar, individu akan mengorbankan sebagian tujuannya dan meminta lawan konflik mengorbankan sebagian tujuannya juga.

5)      Kolaborasi

Kolaborasi memandang konflik sebagai masalah yang harus diselesaikan. Atas dasar itu, dicarilah cara-cara untuk mencari cara mengurangi ketegangan kedua belah pihak. Ia berusaha memulai sesuatu pembicaraan yang dapat mengenali konflik sebagai suatu masalah dan mencari pemecahan yang memuaskan keduanya.

 

2.  Integrasi Sosial

A.    Faktor-faktor Terbentuknya Integrasi

Integrasi sosial adalah proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama, bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan lain sebagainya. Menurut Baton, integrasi adalah suatu pola hubungan yang mengakui adanya perbedaan ras dalam masyarakat, tetapi tidak memberikan fungsi penting pada perbedaan ras tersebut. William F. Ogburn dan Meyer Nimkoff memberi syarat terjadinya integrasi sosial, yaitu sebagai berikut:

1)      Anggota masyarakat merasa bahwa mereka berhasil saling mengisi kebutuhan- kebutuhan mereka.

2)      Masyarakat berhasil menciptakan kesepakatan (konsensus) bersama mengenai nilai dan norma.

3)      Nilai dan norma sosial itu berlaku cukup lama dan dijalankan secara konsisten.

 

B.     Faktor yang memengaruhi cepat atau lambatnya proses integrasi:

1)      Homogenitas kelompok.

Pada masyarakat yang homogenitasnya rendah integrasi sangat mudah tercapai, demikian juga sebaliknya.

2)      Besar kecilnya kelompok.

Jumlah anggota kelompok memengaruhi cepat lambatnya integrasi karena membutuhkan penyesuaian di antara anggota.

3)      Mobilitas geografis.

Semakin sering anggota suatu masyarakat datang dan pergi, semakin besar pengaruhnya bagi proses integrasi.

4)      Efektifitas komunikasi.

Semakin efektif komunikasi, semakin cepat pula integrasi anggota-anggota masyarakat tercapai.

 

C.     Bentuk-bentuk integrasi sosial:

1)      Integrasi normatif

Integrasi yang terjadi akibat adanya norma-norma yang berlaku di masyarakat. Contoh: masyarakat Indonesia dipersatukan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika.

2)      Integrasi fungsional

Integrasi yang terbentuk sebagai akibat adanya fungsi- fungsi tertentu dalam masyrakat. Sebagai contoh, Indonesia yang terdiri dari berbagai suku mengintegrasikan dirinya dengan melihat fungsi masing-masing: suku Bugis melaut, Jawa bertani, Minang pandai berdagang.

3)      Integrasi koersif: integrasi yang dilakukan dengan cara paksaan. Hal ini biasanya dilakukan bila diyakini banyaknya akibat negatif jika integrasi tidak dilakukan, atau pihak yang diajak untuk melakukan integrasi sosial enggan melakukan/ mencerna integrasi.

 

D.    Proses integrasi dilakukan melalui dua hal, yaitu:

1)      Asimilasi

Bertemunya dua kebudayaan atau lebih yang saling memengaruhi sehingga memunculkan kebudayaan baru dengan meninggalkan sifat asli tiap- tiap kebudayaan.

2)      Akulturasi

Proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing (baru) sehingga kebudayaan asing (baru) diserap/diterima dan diolah dalam kebudayaan sendiri tanpa meninggalkan sifat asli kebudayaan penerima.

 

E.     Faktor-faktor pendorong integrasi sosial:

1)      Adanya tolerasnsi terhadap kebudayaan yang berbeda.

2)      Kesempatan yang seimbang dalam bidang ekonomi.

3)      Adanya sikap positif terhadap kebudayaan lain.

4)      Adanya sikap terbuka dari golongan yang berkuasa.

5)      Adanya kesamaan dalam unsur-unsur kebudayaan.

6)      Adanya perkawinan campur (amalgamasi).

7)      Adanya musuh bersama dari luar.


Bisa juga membaca materi lengkapnya di Buku Paket Mata Pelajaran IPS klik disini 

Setelah membaca materi bisa mengerjakan soal latihan klik disini

Continue reading Konflik dan Integrasi dalam Kehidupan Sosial