EKSISTENSIALISME
(
Filsafat Menurut Kemerdekaan Atau Kebebasan )
Makalah
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas
Kelompok
Program Study Ekonomi Islam
Program Study Ekonomi Islam
Disusun oleh kelompok 11 :
1.
M. ALIMUL HAKIM
:
13190149
2.
M. ANDRE PRANATA : 13190150
Dosen Pembimbing : Dr. H Drs. Marsaid
Mata Kuliah : Filsafat Umum
Mata Kuliah : Filsafat Umum
FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
IAIN RADEN FATAH PALEMBANG
Kata
Pengantar
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Alhamdulillah Kami Panjatkan Puji
Syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang masih
memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada kami sehingga bisa menyelesaikan
penyusunan makalah yang berjudul “EKSISTENSIALISME ( Filsafat Menurut
Kemerdekaan ) ”.
Makalah ini merupakan salah satu
tugas kelompok yang diberikan oleh
dosen, selain itu juga sebagai pengembangan wawasan mata kuliah Fisafat Umum, sehingga diharapkan dapat
bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Akhirnya kami menyadari bahwa
dalam makalah ini pastinya banyak kesalahan dan kekurangan sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pembaca agar makalah
ini dapat menjadi lebih sempurna
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Palembang, 26 Desember 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Pendahuluan
Sebagai salah satu
aliran besar dalam filsafat, secara khususnya dalam periodisasi filsafat barat
yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat penting di abad ke-20.
Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan
berpangkal pada eksistensi, yang secara umum diartikan sebagai keberadaan.
Paham ini memusatkan
perhatiannya kepada manusia, maka kerena itulah filsafat ini bersifat
humanitis, yang mempersoalkan seputar keber-Ada-an manusia dan keber-Ada-an itu
dihadirkan lewat kebebasan.
Eksistensi adalah cara
manusia berada dalam dunia, yang mana cara berada manusia di dunia ini amatlah
berbeda dengan cara berada benda-benda yang tidak sadar akan keberadaannya,
juga benda yang satu berada di samping lainnya, tanpa hubungan.
Namun, disamping itu
semua manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka, untuk membedakan
antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan manusia
“bereksistensi”.
Sehubungan dengan itu
semua maka, dalam makalah pengantar filsafat kali ini, penulis ingin membahas
tentang Eksistensialisme dan cara berfikirnya.
B.
Tujuan
Makalah
a.
Menyelesaikan Tugas
Mata Kuliah Filsafat Umum.
b.
Mengetahui Sebab
Munculnya Filsafat Eksistensialisme.
c.
Mengetahui Pengertian
Filsafat Eksistensialisme.
d.
Mengetahui Tokoh-tokoh
Eksistensialisme dan Cara Berfikirnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sebab Munculnya
Filsafat Eksistensialisme
Sesuai dengan sifatnya
yang radikal, filsafat merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada
secara mendalam, sehingga dengan adanya filsafat kita akan tahu akar-akar dari
berbagai macam ilmu lainnya dan juga dasar dari segala yang ada. Filsafat
sebagai mother of scientist terus saja berkembang, mencari
asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan selalu berfikir secara rasional.
Maka tidak heran setiap abadnya teruslah terlahir berbagai macam ahli filsafat
di belahan dunia yang berbeda-beda dengan berbagai macam cara berpikir yang
berbeda pula.
Filsafat
Eksistensialisme merupakan salah satu paham yang muncul dikarenakan
ketidakpuasan beberapa filosof terhadap filsafat pada masa Yunani hingga
modern. Mulai dari materialisme, idealisme hingga reaksi terhadap dunia
pada umumnya dan khusunya Eropa Barat yang saat itu sedang mengalami perang
Dunia ke II.
Pandangan
materialisme baik yang kolot maupun modern, menyatakan bahwa manusia pada
akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang, para materialis
tidak menyatakan secara gamblang bahwa manusia sama dengan benda (batu, kayu
atau lainnya), namun pada materialisme dikatakan pada akhirnya, pada
prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir, manusia hanyalah
material: dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut materialisme
menurut bentuk, manusia memang lebih unggul dari sapi, pohon atau batu tetapi,
pada keberadaanya manusia sama saja dengan sapi, pohon dan batu. Sedangkan
eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah
sama. Manusia berada di dunia, sama seperti sapi dan pohon ada di dunia. Namun,
cara berada manusia berbeda dengan benda-benda lain. Manusia menyadari dirinya
berada di dunia, mereka mengahadapi dunia, menghadapi dengan mengerti apa yang
dihadapinya berbeda dengan hewan dan benda-benda mati lainnya. Manusia mengerti
guna pohon, batu dan di antaranya ialah mereka mengerti bahwa hidup mereka
memiliki arti. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm.219-220)
Menurut Rene Le Senne, seorang eksistensialis, kesalahan materialisme
secara singkat disebabkan oleh detotalisasi. De artinya memungkiri, total
artinya keseluruhan yang mana materialisme memungkiri bahwa manusia sebagai
sebuah keseluruhan. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm. 220)
Idealisme juga turut
andil dalam terbentuknya aliran filsafat Eksistensialisme. Jika materialisme
memandang kejasmanian sebagai keseluruhan manusia, sedangkan jasmani hanyalah
merupakan bagian dari manusia tanpa memperdulikan bahwa manusia berfikir dan
berkesadaran. Akan tetapi sebaliknya, dalam idealisme aspek berfikir dan
berkesadaran yang terlupakan dalam materialisme justru dijunjung tinggi oleh
idealisme hingga seluruh manusia, tidak ada barang lain selain pikiran. Bibit idealisme
yang muncul sejak zaman Plato, dan dibuka secara sungguh-sungguh oleh
Deskartes, yang menyatakan bahwa manusia disamakan dengan kesadarannya dan
kesadaran itu tidaklah bersentuhan dengan alam jasmani. Kesadaran itu seolah
tergantung di langit, dalam kesadaran tersebut terdapat idea-idea dan idea-idea
tersebut sama sekali bukan berasal dari kontak dengan dunia luar. Dalam
idealisme tulen, tidak ada hubungan idea dengan realitas di luar pikiran.
Menurut idealisme, tiap-tiap pemikiran dengan dunia luar hanyalah nonsense belaka. Konsekuensinya ialah ia akan
mengingkari adanya manusia lain selain dia. Bahkan dalam cogito-nya, Deskartes pernah mengingkari adanya jasadnya
sendiri.
Maka kesalahan
idealisme yang di tolak oleh eksistensialisme ialah mereka memandang manusia
sebagai subjek, hanya sebagai kesadaran. Sedangkan materialisme hanya melihat
manusia sebagai objek. Oleh karena itulah muncul eksistensialisme sebagai jalan
keluar diantara keduanya yang menjadikan manusia sebagai subjek juga objek.
Selain beberapa
penyebab munculnya filsafat eksistensialisme yang telah saya sebutkan tadi,
munculnya eksistensialisme merupakan gerakan filosofis yang muncul di Jerman
setelah perang dunia I dan berkembang di Perancis setelah perang dunia II.
Bermula dari reaksi Soren Aabye Kierkegaard terhadap Hegel yang mengajarkan
adanya “aku umum” sedangkan Kierkegaard mengajarkan bahwa “aku individual”.
(Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm. 222)
Demikianlah, Kierkegaard memperkenalkan istilah “eksistensi”. Baginya hanya
manusia yang dapat bereksistensi, dan eksistensi seseorang tidak dapat
dijalankan satu kali untuk selamanya, namun setiap saat eksistensi orang
tersebut menjadi objek pemilihan baru. Bereksistensi ialah bertindak. Tidak ada
orang lain yang dapat menggantikan tempat seseorang untuk bereksistensi
atas nama seseorang.
Munculnya
eksistensialisme juga didorong oleh situasi dunia secara umum, terutama dunia
Eropa barat. Pada waktu itu kondisi dunia pada umumnya tidak menentu akibat
perang. Di mana-mana terjadi krisis nilai. Manusia menjadi orang yang gelisah,
merasa eksistensinya terancam oleh ulahnya sendiri. Manusia melupakan
individualitasnya. Dari sanalah para filosof berpikir dan mengharap adanya
pegangan yang dapat mengeluarkan manusia dari krisis tersebut. Dari proses
itulah lahir eksistensialisme.
B.
Pengertian
Filsafat Eksistensialisme
Eksistensialisme
dipersiapkan dalam abad ke-19 oleh S. Kierkegaard (1813-1855) dan F. Nietsche
(1844-1900). Dalam abad ke-20 eksistensialisme menjadi aliran filsafat yang sangat
penting. Filsuf-filsuf paling besar dari eksistensialisme adalah K.Jaspers,
M.Heidegger, J.P.Sartre, G. Marcel dan Marleau Ponty. (Drs. Surajiyo,
2005,hlm.161)
Kata eksistensi berasal
dari kata eks (keluar) dan sistensi, yang merupakan turunan dari
kata kerja sisto (berdiri, menempatkan) sedangkan isme dalam eksistensialisme adalah paham. Oleh karena
itulah kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan
keluar dari dirinya. Sekalipun demikian manusia tidak sama dengan benda-benda,
sebab manusia sadar akan keberadaannya itu.
Pendapat lain,
menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang
menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa
memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar.
Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar,
tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya
benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi
(berbuat), mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat
dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Dari sekian banyak
filsuf eksistensialisme atau eksistensialis yang memiliki pendapat dan
pemikiran berbeda dalam ke-eksistensialimeannya, dapat kita temukan ciri-ciri
yang sama, yang menjadikan sistem itu dapat di cap sebagai eksistensialisme.
Menurut Harun Hadiwijono (1990) ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1. Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada.
Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia
berada. Pusat perhatian ini adalah manusia. Oleh karena itu, filsafat ini bersifat
humanitis.
2. Bereksistensi harus diartikan bersifat dinamis. Bereksistensi berarti
menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi,
merencanakan. Setiap manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
3. Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah
realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia
terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih lagi pada manusia sekitarnya.
4. Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang konkret, pengalaman
yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. Heidegger memberi
tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada
pengalaman keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam
seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan. (Drs. Surajiyo,
2005, hlm.161-162)
C.
Tokoh-tokoh
Eksistensialisme Beserta Pemikirannya
1. Soren
Aabye Kierkegaard.
Soren Aabye Kierkegaard
(1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya berumur 56
tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen.
Tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet Ironi
(The Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan
kecemerlangan pemikirannya. Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel
yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig
Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun 1846, mengungkapkan
ajaran-ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek. Karya-karya lainnya
adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku
yang bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847,
Christelige Taler (Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The
Sickness into Death) tahun 1948).
Mulanya ia tertarik
pada filsafat Hegel ketika ia belajar teologi di Universitas Kopenhagen, yang
pada saat itu (Filsafat Hegel) populer di kalangan intelektual di Eropa, tetapi
tidak lama kemudia Soren Aabye Kierkegaard melancarkan kritiknya. Keberatan
yang diajukan oleh Kierkegaard kepada Hegel ialah karena Hegel meremehkan
eksistensi yang konkret karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum.
Sedangkan menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “aku
umum”, tetapi sebagai “aku individual” yang unik dan tidak dapat dijabarkan ke
dalam sesuatu yang lain.
Dengan demikian,
kierkegaard memperkenalkan istilah “eksistensi” dalam suatu arti yang mempunyai
peran besar pada abad ke-20. Hanya manusia yang mapu bereksistensi dan
eksistensi saya atau seseorang tidak saya jalankan satu kali untuk selamanya.
Bereksistensi ialah bertindak. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan
tempat saya untuk bereksistensi atas nama saya.
Banyak sekali dari
filosof masa lampau yang mempelajari sifat-sifat umum, sifat manusia pada
umumnya, kehidupan pada umumnya, kebebasan pada umumnya dan lain-lain. Mereka
memandang umum atau yang abstrak, dan hal ini atau tradisi membicarakan “yang
umum” memuncak pada Hegel. Akan tetapi, menurut Kierkegaard filsafat harus
mengutamakan manusia individual. Kierkegaard juga mengemukakan kritik tajam
terhadap gereja Lutheran yang merupakan gereja kristen resmi di Denmark saat
itu. Masalah yang dikritik olehnya adalah karena banyak orang mengaku kristen
di sana namun, kebanyakan tidak benar karena kristen tidak melekat di hati
mereka, tidak dianut sepenuh kepribadian dan terdapat kemunafikan.
Pengaruh Kierkegaard
belum tampak ketika ia masih hidup, karena ia menulis karyanya dalam bahasa
Denmark. Barulah di akhi abad ke-19 karya-karya Kierkegaard mulai diterjemahkan
ke dalam bahasa Jerman. Karyanya menjadi sumber penting bagi filsafat abad
ke-20. Karenanyalah Soren Aabye Kierkegaard di sebut-sebut sebagai Bapak
Filsafat Eksistensialisme.
2. Jean Paul
Sarte
Jean Paul Sartre
(1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari keluarga
Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya
anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika
ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan
oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam
untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara
maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya
buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa
kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal
dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik,
namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia
atheis. Ia mengaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap
ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama
baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang.
Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir
tanpa nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap
suatu lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri.
Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu.
Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme. Pada tahun
1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini ia
bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi dalam
mengungkapkan filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui
karya-karya novel dan tulisan dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang
sangat terkenal adalah Being ang.
Dalam pemikirannya ia
menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi. Jika dalam penciptaan sesuatu
maka kita perlu menciptakan konsep yang merupakan esesnsi dari benda tersebut
dan benda yang sudah diciptakan tersebut kita sebut sebagai eksistensi. Karena
Sarte merupakan seorang atheis maka dalam pandangannya tidak ada yang
menciptakan manusia dan tidak ada yang menkonsep manusia sebelum mereka
diciptakan karena Tuhan menurut Sarte adalah “tidak ada”.
3. Friedrich
Nietzsche
Nietzsche adalah
seorang filsuf Jerman. Tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan
“bagaimana caranya menjadi manusia unggul?”. Jawabannya adalah manusia bisa
menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur
dan berani. Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai
keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus
menjadi manusia super (Ù€bermensch) yang
mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat
dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih
aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.
5. Karl
Jaspers
Memandang filsafat
bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya
ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta
mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri
.Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.
6. Martin
Heidegger
Martin Hiedegger
merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti
pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis.
Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab
pengertian dari “being”. Heidegger berpendapat bahwa “Das Wesen des Daseins
liegt in seiner Existenz”, adanya keberadaan itu terletak pada eksistensinya.
Di dalam realitas nyata being (sein) tidak sama sebagai “being” ada pada
umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam ada, dan hal tersebut sangat
bertolak belakang dengan ada sebagai pengada. Heidegger menyebut being sebagai
eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang “being” biasa disebut
sebagai eksistensi manusia (Dasein). Dasein adalah tersusun dari da dan sein.
“Da” disana (there), “sein” berarti berada (to be/being). Artinya manusia sadar
dengan tempatnya. Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara
keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu
dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia
baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda
yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan
mereka.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat Eksistensialisme
merupakan filsafat yang muncul pada abad ke-19 dan masyhur di abad ke-20. Sebab
kemunculan filsafat yang satu ini diakibatkan oleh ketidak puasan para
eksistenisalis terhadap paham Materialisme, Idealisme juga dikarenakan keadaan
Eropa Barat pada saat itu. Mendobrak paham Materialisme yang memandang
kejasmanian sebagai keseluruhan manusia, sedangkan jasmani hanyalah merupakan
bagian dari manusia tanpa memperdulikan bahwa manuisa berfikir dan
berkesadaran. Akan tetapi sebaliknya, dalam idealisme aspek berfikir dan
berkesadaran yang terlupakan dalam materialisme justru dijunjung tinggi oleh
idealisme hingga seluruh manusia, tidak ada barang lain selain pikiran. Maka,
paham eksistensialisme hadir sebagai jalan keluar dan penengah antara keduanya.
Filsafat eksistensialisme menyatakan bahwa manusia merupakan objek juga subjek.
Diantara para filsuf Eksistensialisme yang terkenal adalah sebagai berikut:
1. Soren Aabye Kierkegaard, sebagai bapak filsafat eksistensialisme yang
memberikan pengaruh besar terhadap munculnya filsafat eksistensialisme di abad
ke-20.
2. Jean Paul Sartre, seorang atheis yang memilik paham eksistensialis. Jika
cara berfikir Soren Aabye Kierkegaard masih kental dengan cara berfikir seorang
kristen maka, cara berfikir Jean Paul Sarte merupakan cara berfikir seorang
atheis.
3. Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman. Dalam tujuan filsafatnya adalah
untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul?”. Dan
jawabannya ialah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk
merealisasikan diri secara jujur dan berani.
4. Karl Jaspers, ia mengatakan bahwa filsafat bertujuan mengembalikan manusia
kepada dirinya sendiri.
5. Martin Hiedegger, merupakan seorang pemikir yang ekstrim, hanya beberapa
filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu
tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya
berusaha untuk menjawab pengertian dari “being”.
DAFTAR
PUSTAKA
Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Fisafat Barat 2, Yogyakarta:
Kanisius, 1980.
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Surajiyo, Drs. .Ilmu
Filsafat (Suatu Pengantar), Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Tafsir, Ahmad. Filsafat
Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra), Jakarta : PT. Remaja Rosda
Karya, 1990.
Wiramihardja, Sutardjo A., Pengantar
Filsafat, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Zubaedi, dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes
Hingga Revolusi Sains ala Khomas Khun, Yogyakarta: Ar Ruzz Media,
2010.