Makalah Mata Kuliah Filsafat Umum : Eksistensialisme


EKSISTENSIALISME
( Filsafat Menurut Kemerdekaan Atau Kebebasan )
         Makalah
     Mata Kuliah Filsafat Umum
                          Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Kelompok
                                         Program Study Ekonomi Islam

Disusun oleh kelompok 11 :

1.      M. ALIMUL HAKIM                                 : 13190149
2.      M. ANDRE PRANATA                     : 13190150

Dosen Pembimbing     :  Dr. H Drs. Marsaid
Mata Kuliah               :  Filsafat Umum

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
IAIN RADEN FATAH PALEMBANG

Kata Pengantar


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Kami Panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang masih memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada kami sehingga bisa menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “EKSISTENSIALISME ( Filsafat Menurut Kemerdekaan ) ”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok  yang diberikan oleh dosen, selain itu juga sebagai pengembangan wawasan mata kuliah  Fisafat Umum, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Akhirnya kami menyadari bahwa dalam makalah ini pastinya banyak kesalahan dan kekurangan sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih sempurna
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



                                                                                    Palembang,  26 Desember  2014


                                                                                                  Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.          Pendahuluan

Sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat, secara khususnya dalam periodisasi filsafat barat yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat penting di abad ke-20. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, yang secara umum diartikan sebagai keberadaan.
Paham ini memusatkan perhatiannya kepada manusia, maka kerena itulah filsafat ini bersifat humanitis, yang mempersoalkan seputar keber-Ada-an manusia dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan.
Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara berada benda-benda yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada di samping lainnya, tanpa hubungan.
Namun, disamping itu semua manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka, untuk membedakan antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan manusia “bereksistensi”.
Sehubungan dengan itu semua maka, dalam makalah pengantar filsafat kali ini, penulis ingin membahas tentang Eksistensialisme dan cara berfikirnya.

B.          Tujuan Makalah

a.              Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum.
b.             Mengetahui Sebab Munculnya Filsafat Eksistensialisme.
c.              Mengetahui Pengertian Filsafat Eksistensialisme.
d.             Mengetahui Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Cara Berfikirnya.







BAB II
PEMBAHASAN

A.          Sebab Munculnya Filsafat Eksistensialisme

Sesuai dengan sifatnya yang radikal, filsafat merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada secara mendalam, sehingga dengan adanya filsafat kita akan tahu akar-akar dari berbagai macam ilmu lainnya dan juga dasar dari segala yang ada. Filsafat sebagai mother of scientist terus saja berkembang, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan selalu berfikir secara rasional. Maka tidak heran setiap abadnya teruslah terlahir berbagai macam ahli filsafat di belahan dunia yang berbeda-beda dengan berbagai macam cara berpikir yang berbeda pula.
Filsafat Eksistensialisme merupakan salah satu paham yang muncul dikarenakan ketidakpuasan beberapa filosof terhadap filsafat pada masa Yunani hingga modern.  Mulai dari materialisme, idealisme hingga reaksi terhadap dunia pada umumnya dan khusunya Eropa Barat yang saat itu sedang mengalami perang Dunia ke II.
Pandangan  materialisme baik yang kolot maupun modern, menyatakan bahwa manusia pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang, para materialis tidak menyatakan secara gamblang bahwa manusia sama dengan benda (batu, kayu atau lainnya), namun pada materialisme dikatakan pada akhirnya, pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir, manusia hanyalah material: dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut materialisme menurut bentuk, manusia memang lebih unggul dari sapi, pohon atau batu tetapi, pada keberadaanya manusia sama saja dengan sapi, pohon dan batu. Sedangkan eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia, sama seperti sapi dan pohon ada di dunia. Namun, cara berada manusia berbeda dengan benda-benda lain. Manusia menyadari dirinya berada di dunia, mereka mengahadapi dunia, menghadapi dengan mengerti apa yang dihadapinya berbeda dengan hewan dan benda-benda mati lainnya. Manusia mengerti guna pohon, batu dan di antaranya ialah mereka mengerti bahwa hidup mereka memiliki arti. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm.219-220)
Menurut Rene Le Senne, seorang eksistensialis, kesalahan materialisme secara singkat disebabkan oleh detotalisasi. De artinya memungkiri, total artinya keseluruhan yang mana materialisme memungkiri bahwa manusia sebagai sebuah keseluruhan. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm. 220)
Idealisme juga turut andil dalam terbentuknya aliran filsafat Eksistensialisme. Jika materialisme memandang kejasmanian sebagai keseluruhan manusia, sedangkan jasmani hanyalah merupakan bagian dari manusia tanpa memperdulikan bahwa manusia berfikir dan berkesadaran. Akan tetapi sebaliknya, dalam idealisme aspek berfikir dan berkesadaran yang terlupakan dalam materialisme justru dijunjung tinggi oleh idealisme hingga seluruh manusia, tidak ada barang lain selain pikiran. Bibit idealisme yang muncul sejak zaman Plato, dan dibuka secara sungguh-sungguh oleh Deskartes, yang menyatakan bahwa manusia disamakan dengan kesadarannya dan kesadaran itu tidaklah bersentuhan dengan alam jasmani. Kesadaran itu seolah tergantung di langit, dalam kesadaran tersebut terdapat idea-idea dan idea-idea tersebut sama sekali bukan berasal dari kontak dengan dunia luar. Dalam idealisme tulen, tidak ada hubungan idea dengan realitas di luar pikiran. Menurut idealisme, tiap-tiap pemikiran dengan dunia luar hanyalah nonsense belaka. Konsekuensinya ialah ia akan mengingkari adanya manusia lain selain dia. Bahkan dalam cogito-nya, Deskartes pernah mengingkari adanya jasadnya sendiri.
Maka kesalahan idealisme yang di tolak oleh eksistensialisme ialah mereka memandang manusia sebagai subjek, hanya sebagai kesadaran. Sedangkan materialisme hanya melihat manusia sebagai objek. Oleh karena itulah muncul eksistensialisme sebagai jalan keluar diantara keduanya yang menjadikan manusia sebagai subjek juga objek.
Selain beberapa penyebab munculnya filsafat eksistensialisme yang telah saya sebutkan tadi, munculnya eksistensialisme merupakan gerakan filosofis yang muncul di Jerman setelah perang dunia I dan berkembang di Perancis setelah perang dunia II. Bermula dari reaksi Soren Aabye Kierkegaard terhadap Hegel yang mengajarkan adanya “aku umum” sedangkan Kierkegaard mengajarkan bahwa “aku individual”. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm. 222)
Demikianlah, Kierkegaard memperkenalkan istilah “eksistensi”. Baginya hanya manusia yang dapat bereksistensi, dan eksistensi seseorang tidak dapat dijalankan satu kali untuk selamanya, namun setiap saat eksistensi orang tersebut menjadi objek pemilihan baru. Bereksistensi ialah bertindak. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan tempat seseorang  untuk bereksistensi atas nama seseorang.
Munculnya eksistensialisme juga didorong oleh situasi dunia secara umum, terutama dunia Eropa barat. Pada waktu itu kondisi dunia pada umumnya tidak menentu akibat perang. Di mana-mana terjadi krisis nilai. Manusia menjadi orang yang gelisah, merasa eksistensinya terancam oleh ulahnya sendiri. Manusia melupakan individualitasnya. Dari sanalah para filosof berpikir dan mengharap adanya pegangan yang dapat mengeluarkan manusia dari krisis tersebut. Dari proses itulah lahir eksistensialisme.

B.          Pengertian Filsafat Eksistensialisme

Eksistensialisme dipersiapkan dalam abad ke-19 oleh S. Kierkegaard (1813-1855) dan F. Nietsche (1844-1900). Dalam abad ke-20 eksistensialisme menjadi aliran filsafat yang sangat penting. Filsuf-filsuf paling besar dari eksistensialisme adalah K.Jaspers, M.Heidegger, J.P.Sartre, G. Marcel dan Marleau Ponty. (Drs. Surajiyo, 2005,hlm.161)
Kata eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi, yang merupakan turunan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan) sedangkan isme dalam eksistensialisme adalah paham. Oleh karena itulah kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Sekalipun demikian manusia tidak sama dengan benda-benda, sebab manusia sadar akan keberadaannya itu.
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Dari sekian banyak filsuf eksistensialisme atau eksistensialis yang memiliki pendapat dan pemikiran berbeda dalam ke-eksistensialimeannya, dapat kita temukan ciri-ciri yang sama, yang menjadikan sistem itu dapat di cap sebagai eksistensialisme. Menurut Harun Hadiwijono (1990) ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.      Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian ini adalah manusia. Oleh karena itu, filsafat ini bersifat humanitis.
2.      Bereksistensi harus diartikan bersifat dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencanakan. Setiap manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
3.      Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih lagi pada manusia sekitarnya.
4.      Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang konkret, pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. Heidegger memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada pengalaman keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan. (Drs. Surajiyo, 2005, hlm.161-162)

C.          Tokoh-tokoh Eksistensialisme Beserta Pemikirannya

1.      Soren Aabye Kierkegaard.
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen. Tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet Ironi (The Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan kecemerlangan pemikirannya. Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun 1846, mengungkapkan ajaran-ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek. Karya-karya lainnya adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler (Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death) tahun 1948).
Mulanya ia tertarik pada filsafat Hegel ketika ia belajar teologi di Universitas Kopenhagen, yang pada saat itu (Filsafat Hegel) populer di kalangan intelektual di Eropa, tetapi tidak lama kemudia Soren Aabye Kierkegaard melancarkan kritiknya. Keberatan yang diajukan oleh Kierkegaard kepada Hegel ialah karena Hegel meremehkan eksistensi yang konkret karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Sedangkan menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual” yang unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.
Dengan demikian, kierkegaard memperkenalkan istilah “eksistensi” dalam suatu arti yang mempunyai peran besar pada abad ke-20. Hanya manusia yang mapu bereksistensi dan eksistensi saya atau seseorang tidak saya jalankan satu kali untuk selamanya. Bereksistensi ialah bertindak. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan tempat saya untuk bereksistensi atas nama saya.
Banyak sekali dari filosof masa lampau yang mempelajari sifat-sifat umum, sifat manusia pada umumnya, kehidupan pada umumnya, kebebasan pada umumnya dan lain-lain. Mereka memandang umum atau yang abstrak, dan hal ini atau tradisi membicarakan “yang umum” memuncak pada Hegel. Akan tetapi, menurut Kierkegaard filsafat harus mengutamakan manusia individual. Kierkegaard juga mengemukakan kritik tajam terhadap gereja Lutheran yang merupakan gereja kristen resmi di Denmark saat itu. Masalah yang dikritik olehnya adalah karena banyak orang mengaku kristen di sana namun, kebanyakan tidak benar karena kristen tidak melekat di hati mereka, tidak dianut sepenuh kepribadian dan terdapat kemunafikan.
Pengaruh Kierkegaard belum tampak ketika ia masih hidup, karena ia menulis karyanya dalam bahasa Denmark. Barulah di akhi abad ke-19 karya-karya Kierkegaard mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Karyanya menjadi sumber penting bagi filsafat abad ke-20. Karenanyalah Soren Aabye Kierkegaard di sebut-sebut sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme.

2.      Jean Paul Sarte
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia atheis. Ia mengaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang. Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme. Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini ia bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi dalam mengungkapkan filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karya-karya novel dan tulisan dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal adalah Being ang.
Dalam pemikirannya ia menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi. Jika dalam penciptaan sesuatu maka kita perlu menciptakan konsep yang merupakan esesnsi dari benda tersebut dan benda yang sudah diciptakan tersebut kita sebut sebagai eksistensi. Karena Sarte merupakan seorang atheis maka dalam pandangannya tidak ada yang menciptakan manusia dan tidak ada yang menkonsep manusia sebelum mereka diciptakan karena Tuhan menurut Sarte adalah “tidak ada”.

3.      Friedrich Nietzsche
Nietzsche adalah seorang filsuf Jerman. Tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul?”. Jawabannya adalah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani. Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (Ù€bermensch) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

5.      Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri .Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.

6.      Martin Heidegger
Martin Hiedegger merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari “being”. Heidegger berpendapat bahwa “Das Wesen des Daseins liegt in seiner Existenz”, adanya keberadaan itu terletak pada eksistensinya. Di dalam realitas nyata being (sein) tidak sama sebagai “being” ada pada umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam ada, dan hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ada sebagai pengada. Heidegger menyebut being sebagai eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang “being” biasa disebut sebagai eksistensi manusia (Dasein). Dasein adalah tersusun dari da dan sein. “Da” disana (there), “sein” berarti berada (to be/being). Artinya manusia sadar dengan tempatnya. Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.



BAB III
KESIMPULAN

Filsafat Eksistensialisme merupakan filsafat yang muncul pada abad ke-19 dan masyhur di abad ke-20. Sebab kemunculan  filsafat yang satu ini diakibatkan oleh ketidak puasan para eksistenisalis terhadap paham Materialisme, Idealisme juga dikarenakan keadaan Eropa Barat pada saat itu. Mendobrak paham Materialisme yang memandang kejasmanian sebagai keseluruhan manusia, sedangkan jasmani hanyalah merupakan bagian dari manusia tanpa memperdulikan bahwa manuisa berfikir dan berkesadaran. Akan tetapi sebaliknya, dalam idealisme aspek berfikir dan berkesadaran yang terlupakan dalam materialisme justru dijunjung tinggi oleh idealisme hingga seluruh manusia, tidak ada barang lain selain pikiran. Maka, paham eksistensialisme hadir sebagai jalan keluar dan penengah antara keduanya. Filsafat eksistensialisme menyatakan bahwa manusia merupakan objek juga subjek.
Diantara para filsuf Eksistensialisme yang terkenal adalah sebagai berikut:
1.      Soren Aabye Kierkegaard, sebagai bapak filsafat eksistensialisme yang memberikan pengaruh besar terhadap munculnya filsafat eksistensialisme di abad ke-20.
2.      Jean Paul Sartre, seorang atheis yang memilik paham eksistensialis. Jika cara berfikir Soren Aabye Kierkegaard masih kental dengan cara berfikir seorang kristen maka, cara berfikir Jean Paul Sarte merupakan cara berfikir seorang atheis.
3.      Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman. Dalam tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul?”. Dan jawabannya ialah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
4.      Karl Jaspers, ia mengatakan bahwa filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
5.      Martin Hiedegger, merupakan seorang pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari “being”.



DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Fisafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Surajiyo, Drs. .Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar), Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra), Jakarta : PT. Remaja Rosda Karya, 1990.
Wiramihardja, Sutardjo A.,  Pengantar Filsafat, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Zubaedi, dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains ala Khomas Khun, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2010.



Continue reading Makalah Mata Kuliah Filsafat Umum : Eksistensialisme

Makalah Mata Kuliah Perekonomian Indonesia : Hubungan Inflasi Dan Kaitannya Dengan Kesempatan Kerja Dan Pengangguran


HUBUNGAN INFLASI DAN KAITANNYA DENGAN KESEMPATAN KERJA DAN PENGANGGURAN 




Makalah        
Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Individu
Program Study Ekonomi Islam


Disusun oleh :
Nama : M.ALIMUL HAKIM
NIM : 13190149

Dosen Pembimbing     :    RITAWATI S.E

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2015


Kata Pengantar


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Kita Panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang masih memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada saya sehingga bisa menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hubungan Inflasi Dan Kaitannya Dengan Kesempatan Kerja Dan Pengangguran ”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas individu yang diberikan oleh dosen sebagai tugas akhir semester, selain itu juga sebagai pengembangan wawasan ilmu perekonomian indonesia, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Akhirnya saya menyadari bahwa dalam makalah ini pastinya banyak kesalahan dan kekurangan sehingga saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing agar makalah ini dapat menjadi lebih sempurna
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



                                                                        Palembang, 2 Januari 2015



                                                                                         Penulis

Daftar Isi



 



BAB I

PENDAHULUAN



     Inflasi merupakan salah satu hal penting dalam menganalisis perekonomian. Inflasi adalah dimana sebuah perekenomian negara mengalami kenaikan tingkat harga secara umum yang bersifat terus menerus, ini dikarenakan harga barang yang tidak sesuai dengan peredaran uang yang disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti di Indonesia hal ini biasanya terjadi pada saat menjelang hari raya idul fitri/lebaran, karena meningkatnya uang yang beredar diikuti dengan meningkatnya harga barang. Inflasi merupakan variable makro ekonomi dimana pemerintah harus selalu menjaga tingkat kestabilannya. inflasi merupakan cerminan dari stabilitas tingkat harga yang kemudian mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pertumbuhan ekonomi suatu negara.

    Selain inflasi, Permasalahan utama dalam negara berkembang seperti Indonesia adalah masalah tingginya tingkat pengangguran. Awal ledakan pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun 1997 akhir atau 1998 awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat melanda Asia khususnya Asia Tenggara mendorong terciptanya likuiditas ketat sebagai reaksi terhadap gejolak moneter di Indonesia, kebijakan likuidasi atas 16 bank akhir November 1997 saja sudah bisa membuat sekitar 8000 karyawannya menganggur. Dan dalam selang waktu yang tidak relatif lama, 7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah di PHK dari pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat, Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera Selatan berdasarkan data pada akhir Desember 1997. Ledakan pengangguranpun berlanjut di tahun 1998, di mana sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru akan terjadi. Dengan perekonomian yang hanya tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka tenaga kerja yang bisa diserap sekitar 1,3 juta orang dari tambahan ngkatan kerja sekitar 2,7 juta orang. Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka tadi. Total pengangguran jadinya akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan pengalaman, jika kita mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka pertumbuhan ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah memadai, seharusnya pertumbuhan ekonomi yang ideal bagi negara berkembang macam Indonesia adalah di atas 6%
 Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka akan menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan. Pengangguran adalah seseorang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan atau sedang membuat usaha baru. Pemerintah Indonesia harus menciptakan lapangan kerja bagi setiap warga negara agar meningkatnya pendapatan per kapita sekaligus pendapatan nasional. Ketersediaan lapangan kerja bagi angakatan kerja yang membutuhkan ini disebut dengan kesempatan kerja.
    Dalam mengatasi pengangguran keberadaan industri kecil yang mampu membantu untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga mengatasi masalah pengangguran di daerah. Perkembangan industri kecil dilihat dari seberapa besar nilai produksinya dan seberapa besar memberikan efek positif bagi perekonomian industry kecil sangat diupayakan agar mampu menjangkau dan merata hingga kedaerah pedesaan. Tingkat inflasi salah satu faktor yang juga mempengaruhi nilai produksi. Tingginya tingkat suatu inflasi akan mengakibatkan nilai produksi mengalami penurunan dan sebaliknya. Jika tingkat inflasi menurun akan mengakibatkan nilai produksi mengalami peningkatan.

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam pembahasan adalah sebagai berikut:
1.      Apakah Defenisi Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran ?
2.      Bagaimana Keterkaitan Antara Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran dalam Perekonomian Indonesia ?


Adapun tujuannya adalah sebagai berikut :
1.      Mengetahui Defenisi Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran
2.      Mengetahui Keterkaitan Antara Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran dalam Perekonomian Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

A.     Inflasi

Salah satu indikator ekonomi makro yang digunakan untuk melihat/mengukur stabilitas perekonomian suatu negara adalah inflasi. Perubahan dalam indikator ini akan berdampak terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi.
Inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi[1].
Menurut Keynes, inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar kemampuan ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan bagian yang lebih besar daripada yang biasa disediakan oleh masyarakat tersebut. Proses perebutan ini kemudian diterjemahkan menjadi keadaan dimana permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang tersedia. Karena permintaan tersebut melebihi barang yang tersedia, maka harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa sebagian rencana dari pembelian barang-barang dari kelompok tersebut tidak terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan terssebut akakn berusaha memperoleh dana yang lebih besar lagi (dari percetakan uang baru atau kredit bank yang lebih besar atau dari kenaikan gaji yang lebih besar). Proses inflasi akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan masyarakat melebihi jumlah output yang dihasilkan oleh masyarakat.
Ada beberapa cara yang dikemukakan untuk menggolongkan jenis-jenis inflasi.
 Menurut Sukirno[2]  ada beberapa macam inflasi yaitu:
1.       Inflasi Merayap (inflasi yang terjadi sekitar 2-3 persen per tahun)
2.       Inflasi Sederhana (inflasi yang terjadi sekitar 5-8 persen per tahun)
3.       Hiperinflasi (inflasi yang tingkatnya sangat tinggi yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua kali lipat atau lebih dalam tempo satu tahun.
Dampak inflasi terhadap suatu perekonomian menurut Nanga[3] sebagai berikut :
1.      Inflasi dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan pendapatan. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab kesenjangan pandapatan yang terjadi akan menyebabkan pandapatan riil satu orang meningkat, tetapi pendapatan riil orang lainnya jatuh.
2.      Inflasi dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi karena inflasi mengalihkan investasi dari padat karya menjadi padat modal sehingga menambahkan tingkat pengangguran.
3.      Inflasi juga dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan kerja, dengan cara memmotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang dari yang telah dilakukan selama ini.

Salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tersedianya kesempatan kerja yang luas. Berdasarkan definisi yang diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia, kesempatan kerja dapat diartikan sebagai lowongan kerja yang disediakan baik oleh pemerintah maupun swasta. Lowongan kerja itu sendiri tergantung dari permintaan tenaga kerja oleh perusahaan[4].
Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu perusahaan atau suatu instansi. “Kesempatan kerja akan menampung semua tenaga kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia”[5].
Adapun faktor–faktor yang mempengaruhi perluasan kesempatan kerja antara lain : perkembangan jumlah penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan kebijaksanaan mengenai perluasan kesempatan kerja itu sendiri. Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumber alam, modal dan teknologi. Tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan, yaitu sebagai pelaku pembangunan. Masalah ketenagakerjaan merupakan masalah yang begitu nyata dan dekat dengan lingkungan kita. Bahkan, masalah ketenagakerjaan dapat menimbulkan masalah-masalah baru di bidang ekonomi maupun nonekonomi. Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan rendahnya pendapatan yang selanjutnya memicu munculnya kemiskinan. Tenaga kerja juga merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, maka dapat dikatakan kesempatan kerja akan meningkat bila output meningkat. Sehingga perlu dirumuskan kebijakan yang memberi dorongan kepada perluasan kesempatan kerja agar alat–alat kebijakan ekonomi dapat mengurangi penganggunran. Kebijakan pembangunan daerah yang pada dasarnya mempunyai fungsi dalam perluasan kesempatan kerja apabila dilihat dari pembangunan daerah dan hubungan antara daerah. Pada hakekatnya tiap–tiap proyek pembangunan dilakukan dalam suatu daerah dan implementasinya harus menjadi komponen pembangunan.
Lewis mengemukakan teorinya mengenai ketenagakerjaan, yaitu; kelebihan pekerja merupakan kesempatan dan bukan masalah. Kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain. Selanjutnya Lewis mengemukakan bahwa ada dua sektor di dalam perekonomian negara sedang berkembang, yaitu sektor modern dan sektor tradisional. Sektor tradisional tidak hanya berupa sektor pertanian di pedesaan, melainkan juga termasuk sektor informal di perkotaan (pedagang kaki lima, pengecer, pedagang angkringan). Sektor informal mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada selama berlangsungnya proses industrialisasi, sehingga disebut katub pengaman ketenagakerjaan. Dengan terserapnya kelebihan tenaga kerja disektor industri (sektor modern) oleh sector informal, maka pada suatu saat tingkat upah di pedesaan akan meningkat. Peningkatan upah ini akan mengurangi perbedaan tingkat pendapatan antara pedesaan dan perkotaan, sehingga kelebihan penawaran pekerja tidak menimbulkan masalah pada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi perpindahan tenaga kerja dari sektor tradisional ke sektor modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak pernah menjadi terlalu banyak.[6]
Studi lembaga penelitian SMERU  mengemukakan setelah adanya otonomi daerah, pemerintah kota cenderung populis, kecenderungan kenaikan upah minimum yang pesat berdampak terhadap hilangnya kesempatan kerja dan sekaligus pendapatan pekerja rawan seperti pekerja usia muda, pekerja tidak tetap, dan pekerja perempuan. Mengisinya ketersediaan kesempatan kerja yang tersedia diperlukannya Sumber daya manusia yang berkualitas dan masyarakat madani.
Sumber Daya Manusia mengandung dua pengertian:pertama, bahwa sumber daya manusia adalah kualitas atau karakteristik yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk menghasilkan barang dan jasa; kedua, bahwa sumber daya manusia menyangkut kelompok masyarakat yang mampu bekerja dan memberi kontribusi terhadap perekonomian secara keseluruhan. Dengan demikian pengertian sumber daya manusia mencakup aspek kuantitas dan kualitas atau karakteristik manusia itu sendiri untuk melaksanakan proses itu sendiri.



Menurut Sukirno[7] pengangguran adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Nanga [8] mendefinisikan pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaanSelanjutnya terdapat beberapa jenis-jenis pengangguran.
T ingkat pendidikan yang dimiliki tenaga kerja akan mempengaruhi keputusan  kapan mereka bekerja dengan membandingkan besarnya timbal balik yang didapat atau upah dengan tingkat pendidikan yang telah mereka tempuh.  Rendahnya produktivitas tenaga kerja di Indonesia ini, telah berdampak terhadap kinerja serta kepercayaan para investor untuk menggunakan jasa tenaga 86 kerja Indonesia. Oleh karena itu, produktivitas tenaga kerja sangat menentukan kondisi permintaan tenaga kerja itu sendiri. Sehingga produktivitas yang rendah akan membuat perusahaan memutuskan hubungan kerja dengan para tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) ini tentunya akan meningkatkan jumlah pengangguran.  Adanya perkembangan dan tingkat pengangguran di Indonesia dapat dilihat pada tabel :



    Berdasarkan tabel tersebut, diketahui bahwa selama tahun 2000- tahun 2011 tersebut produktivitas tenaga kerja di Indonesia selalu meningkat. Salah satu masalah ketenagakerjaan di Indonesia adalah tingkat pengangguran. Pada Tabel 1 diketahui bahwa tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun 2000 – 2011 mengalami peningkatan dan penurunan. Meningkatnya tingkat pengangguran diduga dipengaruhi oleh penurunan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah dan inflasi serta naiknya upah. Sebaliknya, penurunan tingkat pengangguran diduga dipengaruhi oleh meningkatnya produktivitas, pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah dan inflasi serta turunnya upah. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun faktor-faktor tersebut pada penelitian ini adalah diduga karena dipengaruhi oleh meningkatnya pendidikan dan kesehatan kerja di Indonesia.
Menurut Sukirno[9] terdapat dua cara untuk menggolongkan jenis-jenis pengangguran yaitu berdasarkan sumber/penyebab yang mewujudkan pengangguran dan ciri pengangguran tersebut. Berikut jenis pengangguran berdasarkankan penyebabnya:
1.      Pengangguran normal atau friksional adalah jenis pengangguran yang disebabkan penganggur ingin mencari pekerjaan yang lebih baik.
2.      Pengangguran siklikal adalah jenis pengangguran yang disebabkan merosotnya kegiatan ekonomi atau karena terlampau kecilnya permintaan agregat di dalam perekonomian dibanding penawaran agregatnya.
3.      Pengangguran struktural adalah jenis pengangguran yang disebabkan adanya perubahan struktur kegiatan ekonomi.
4.      Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang disebabkan adanya penggantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia.

Penggolongan jenis pengangguran berdasarkan cirinya menurut Sukirno[10], adalah sebagai berikut :
1.      Pengangguran terbuka yaitu pengangguran ini tercipta sebagai akaibat pertambahan lowongan pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja.
2.      Pengangguran tersembunyi yaitu pengangguran ini tercipta sebagai akibat jumlah pekerja dalam suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan.
3.      Pengangguran bermusim yaitu pengangguran yang tercipta akibat musim yang ada, biasanya pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan.
4.      Setengah menganggur yaitu pengangguran yang tercipta akibat tenaga kerja bekerja tidak sepenuh dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal.

Penyebab terjadinya pengangguran, di antaranya adalah[11]:
1.      Keterbatasan jumlah lapangan kerja, sehingga tidak mampu menampung seluruh pencari kerja.
2.      Keterbatasan kemampuan yang dimiliki pencari kerja, sehingga pencari kerja tidak mampu mengisi lowongan kerjanm karena tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan keterampilan yang diperlukan.
3.      Keterbatasan informasi, yakni tidak memiliki informasi dunia usaha mana yang memerlukan tenaga kerja serta persyaratan apa yang diperlukan.
4.      Tidak meratanya lapangan kerja. Daerah perkotaan banyak tersedia lapangan pekerjaan sedangkan di pedesaan sangat terbatas.
5.      Kebijakan pemerintah yang tidak tepat, yakni pemerintah tidak mampu mendorong perluasan dan pertumbuhan sektor modern.
6.      Rendahnya upaya pemerintah untuk melakukan pelatihan kerja guna meningkatkan skillpencari kerja.

Menurut Marhaeni dan Manuati[12] terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebagai berikut:
1.      Tingkat upah; dimana tingkat upah memegang peranan penting atau sangat berpengaruh besar dalam kondisi ketenagakerjaan.
2.      Teknologi; penggunaan teknologi yang tepat guna akan mengurangi permintaan tenaga kerja sehingga akan meningkatkan jumlah pengangguran.
3.      Fasilitas modal; fasilitas modal mempengaruhi permintaan tenaga kerjamelalui dua sisi. Pengaruh substitutif, dimana bertambahnya modal akan mengurangi permintaan tenaga kerja. Pengaruh komplementer, dimana bertambahnya modal akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak untuk mengelola modal yang tersedia.
4.      Struktur perekonomian; perubahan struktur ekonomi menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja.


Menurut Dernburg dan Karyaman Muchtar [13], jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah. Hubungan antara tingkat inflasi dengan pengangguran digambarkan oleh kurva Phillips. Adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran naik atau hubungan searah (tidak adatrade off) maka menunjukkan bahwa adanya perbedaan dengan kurva Philips dimana terjaditrade off antara inflasi yang rendah atau pengangguran yang rendah.
Penelitian yang dilakukan oleh Alghofari[14] yang berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran Di Indonesia Tahun 1980-2007″. Dalam penelitian beliau, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat inflasi secara signifikan dan positif mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka di Indonesia periode tahun 1980 sampai 2007. Adapun hubungan positif maupun negatif inflasi terhadap tingkat pengangguran yang terjadi. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga atau pinjaman. Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif.
Teori yang signifikan dalam menjelaskan sebab akibat inflasi adalah Kurva Phillips, seperti pada gambar di bawah ini:
Kurva Philips di atas menjelaskan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik, kemudian harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut maka dengan naiknya harga-harga (inflasi) pengangguran menjadi berkurang atau bisa dilihat pula dengan tingkat inflasi yang stabil akan menurunkan tingkat suku bunga yang secara langsung kemudian akan memicu banyaknya permintaan atas kredit usaha dan akan banyak industri atau sektor usaha yang bermunculan, sehingga jumlah penyerapan tenaga kerja meningkat seiring kesempatan kerja yang tinggi. Kurva Philips ini hanya berlaku pada tingkat inflasi ringan dan dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga yang membuat perusahaan meningkatkan jumlah produksinya dengan harapan memperoleh laba yang lebih tinggi. Namun, jika inflasi yang terjadi adalah hyper inflation, kurva Philips tidak berlaku lagi. Pada saat inflasi tinggi yang tidak dibarengi dengan kemampuan masyarakat, perusahaan akan mengurangi jumlah penggunaan tenaga kerja sehingga jumlah pengangguran akan bertambah[15].
Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia secara parsial. Tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan antara inflasi dan tingkat pengangguran mengindikasikan bahwa tingkat pengangguran tidak dipengaruhi oleh inflasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan inflasi yang terjadi di Indonesia sebagian besar adalah inflasi yang berasal dari kenaikan atau dorongan biaya produksi (Cost Push Inflation) bukan berasal dari kenaikan atau tarikan permintaan (Demand Pull Inflation). Sebab inflasi yang berasal dari tarikan permintaan akan mendorong produsen atau perusahaan untuk meningkatkan kapasaitas produksinya dengan menambah input-input produksi diantaranya tenaga kerja (asumsi modal tetap). Akibat dari peningkatan penggunaan input produksi dalam hal ini adalah tenaga kerja maka akan menurunkan tingkat pengangguran. Sedangkan inflasi yang berasal dari dorongan biaya tidak akan menyebabkan peningkatan terhadap permintaan input produksi (tenaga kerja) dan bahkan sampai kadar tertentu peningkatan biaya produksi ini justru akan mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga meningkatkan tingkat pengangguran. Kondisi ini dibuktikan oleh semakin meningkatnya biaya produksi perusahaan di Indonesia beberapa tahun belakangan seperti meningkatnya harga-harga bahan baku dan barang modal impor akibat krisis keuangan global sehingga mendorong kenaikan harga output produksi. Kenaikan harga output produksi ini telah memicu terjadinya inflasi di Indonesia akan tetapi inflasi seperti ini tidak mengakibatkan kapasitas produksi meningkat sehingga penggunaan tenaga kerja juga tidak meningkat. Oleh karena itu, tingkat pengangguran tidak berkurang[16].



Salah satu peristiwa moneter yang sangat penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia adalah inflasi.
Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik, kemudian harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output)[17].
 Tingkat inflasi mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap kesempatan kerja. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi. Dengan adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran kedudukannya naik (tidak ada trade off) maka menunjukkan bahwa adanya perbedaan dengan kurva philips dimana terjadi trade off antara inflasi yang rendah atau pengangguran yang rendah. Jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah.
Masalah ketersediaannya kesempatan kerja juga dipengarhi oleh tingginya tingkat pengangguran dikalangan amgkatan kerja terdidik. Menurut Saliman[18], hal juga ini dapat berdampak serius pada berbagai dimensi kehidupan. Dari dimensi politik, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan para pengangggur, semakin gawat kadar tindakan destabilitas yang tercipta. Lulusan perguruan tinggi yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi dapat mendorong pada perubahan sosial yang cepat. Sementara itu tamatan pendidikan menengah yang tidak bekerja dapat semakin mempergawat kadar ketidakdamaian politik. Banyak kasus kerusuhandan aksi-aksi politik yang eksplosif didukung oleh para lulusan dunia pendidikan menengah yang tidak bekerja. Dari dimensi ekonomi, masalah ini merupakan pemborosan nasional. Investasi pendidikan adalah biaya yang tidak sedikit, apalagi pada tingkat pendidikan menengah ke atas. Jika angkatan kerja ini tidak didayagunakan sesuai dengan kapasitasnya, maka terjadi inefisiensi (pemborosan) biaya, waktu, dana maupun energi. Dari dimensi sosial-psikologi, pengangguran tenaga terdidik sangat berbahaya. Situasi ini akan menimbulkan kemerosotan rasa percaya diri dan harga diri para penganggur. Apabila berlangsung dalam kurun waktu relative lama, hilangnya rasa percaya diri ini akan semakin terakumulasi dan dapat mengimbas pada angkatan kerja lainnya[19].






Studi Kasus Kota Malang
Kurniawan[20] mengemukakan bahwa dari gambar diatas bisa dilihat bahwa Tingkat Inflasi di Kota Malang dari tahun 1980 sampai 2011 trennya stabil, hanya ditahun 1998 saja yang mencapai 93% sebab pada saat itu Indonesia khususnya Kota Malang terkena dampak krisis moneter dan seperti yang terlihat pengangguran terbukanya pun ikut melonjak disaat yang sama. Dan bila melihat jumlah Pengangguran Terbukanya meningkat di tahun 1980 hingga 2005 sedangkan di tahun 2006 hingga 2011 menurun. Perkembangan tingkat inflasi yang stabil di Kota Malang ini memiliki hubungan positif atau negatif terhadap besarnya jumlah Pengangguran Terbuka yang terjadi.
Pengaruh negatif terjadi sebagai akibat dari peningkatan inflasi di suatu tahun memacu kenaikan tingkat suku bunga yang selanjutnya akan berimbas pada turunnya tingkat investasi, akibatnya jumlah pengangguran meningkat seiring kesempatan kerja yang rendah seperti yang terjadi pada tahun 1980 hingga 2005. Sedangkan pengaruh positif terhadap jumlah Pengangguran Terbukanya didasarkan pada inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka permintaan akan naik dan harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja dan dengan mendirikan atau menambah unit usahanya dalam hal ini membangun industri baru sehingga pengangguran akan berkurang seperti yang tercermin pada tahun 2006 sampai 2011.[21]

BAB III

KESIMPULAN

 

1.    Inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi.
2.    Kesempatan kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu perusahaan atau suatu instansi.
3.    Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan.
4.    Menurut Dernburg dan Karyaman Muchtar, jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah. Hubungan antara tingkat inflasi dengan pengangguran digambarkan oleh kurva Phillips.
5.    Tingkat inflasi mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap kesempatan kerja. Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi.
6.    Pengaruh negatif terjadi sebagai akibat dari peningkatan inflasi di suatu tahun memacu kenaikan tingkat suku bunga yang selanjutnya akan berimbas pada turunnya tingkat investasi, akibatnya jumlah pengangguran meningkat seiring kesempatan kerja yang rendah seperti yang terjadi pada tahun 1980 hingga 2005. Sedangkan pengaruh positif terhadap jumlah Pengangguran Terbukanya didasarkan pada inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, maka permintaan akan naik dan harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja dan dengan mendirikan atau menambah unit usahanya dalam hal ini membangun industri baru sehingga pengangguran akan berkurang seperti yang tercermin pada tahun 2006 sampai 2011.




Daftar Pustaka

 

Anggrainy, K. (2013). Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Terhadap Kesempatan Kerja Dan Investasi (Studi Kasus Pada Kota Malang Periode 2001-2011). Jurnal Ilmiah. Vol 1.
Dewi, A. M. (2004). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Buku Ajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Kurniawan, R. C. (2013). Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011 Vol.1.
Muchtar, T. F. (1994). Makro Ekonomi : Konsep Teori dan Kebijakan . Jakarta: Erlangga.
Nanga, M. (2005). Makro Ekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Saliman, A. R. (2005). Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus ). Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Sukirno, S. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Tambunan, T. T. (2001). Perekonomin Indonesia : Teori dan Temuan Empirisan. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia.
Todaro, M. P. (2004). Ekonomi Pembnagunan Di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
http://rizalgomes.blogspot.com/2012/12/d1mp1k-dampak-pengangguran-terhadap.html. (Jumat, 2 januari 2015: 20.00 wib)
http://srinurdianti26.wordpress.com/2014/06/12/hubungan-inflasi-kaitannya-dengan-kesempatan-kerja.html. ( Jumat,2 januari 2015: 20.00 wib)




Pesan & Kesan Selama Mengikuti
Mata Kuliah Perekonomian Indonesia


Pesan :
Mungkin beberapa hal kendala yang membuat MK Perekonomian Indonesia terasa kurang lengkap yaitu jadwal yang tidak teratur, terkadang  tidak tepat waktu dan jumlah pertemuan yang masih kurang

Kesan :
Menurut saya metode sharing sangat bagus, karena membantu mahasiswa untuk mengembangkan pemikiran dengan mengangkat masalah-masalah perekonomian di indonesia yang sedang terjadi.



[1] Nanga, Muana. (2005). Makro Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Hlm.237
[2] Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm.11
[3] Nanga, Muana. (2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Hlm. 248
[4] Anggrainy, Kholifah. 2013. Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK) Terhadap Kesempatan Kerja Dan Investasi (Studi Kasus pada Kota Malang Periode 2001-2011). Jurnal Ilmiah. Vol 1, No 2
[5] Tambunan, TH Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan Empiris. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia. Hlm.60
[6] Todaro, Michel P. (2004). Ekonomi Pembangunan Di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga
[7] Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm.28
[8] Nanga, Muana. (2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Hlm. 249
[9] Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm.328
[10] Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Hlm.330
[12] Marhaeni, A.A.I.N dan I.G.A Manuati Dewi. 2004. Ekonomi Sumber Daya Manusia.Buku Ajar pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana. Hlm.56

[13] Dernburg, Thomas F dan Karyaman Muchtar.(1994) Makroekonomi : konsep teori dan kebijakan. Jakarta: Erlangga. Hlm.330

[17] Sukirno, Sadono. (2004). Makro Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[18] Saliman. Abdul R. (2005).Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan contoh kasus ). Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
[19] Saliman. Abdul R. (2005).Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan contoh kasus ). Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
[20] Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Jurnal Ilmiah. Vol. 1, No. 1
[21] Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Jurnal Ilmiah. Vol. 1, No. 1
Continue reading Makalah Mata Kuliah Perekonomian Indonesia : Hubungan Inflasi Dan Kaitannya Dengan Kesempatan Kerja Dan Pengangguran