HUBUNGAN INFLASI DAN KAITANNYA DENGAN KESEMPATAN KERJA DAN PENGANGGURAN
Makalah
Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Individu
Program Study Ekonomi Islam
Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Individu
Program Study Ekonomi Islam
Disusun
oleh :
Nama : M.ALIMUL HAKIM
NIM : 13190149
Dosen Pembimbing : RITAWATI S.E
FAKULTAS
EKONOMI & BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI
ISLAM
UIN RADEN FATAH
PALEMBANG
2015
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr.
Wb.
Alhamdulillah
Kita Panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
yang masih memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada saya sehingga bisa
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Hubungan Inflasi Dan Kaitannya
Dengan Kesempatan Kerja Dan Pengangguran ”.
Makalah
ini merupakan salah satu tugas individu yang diberikan oleh dosen sebagai tugas
akhir semester, selain itu juga sebagai pengembangan wawasan ilmu perekonomian
indonesia, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga
orang lain.
Akhirnya
saya menyadari bahwa dalam makalah ini pastinya banyak kesalahan dan kekurangan
sehingga saya mengharapkan kritik dan saran dari pembaca dan dosen pembimbing
agar makalah ini dapat menjadi lebih sempurna
Wassalamu’alaikum Wr.
Wb.
Palembang,
2 Januari 2015
Penulis
Daftar Isi
BAB I
PENDAHULUAN
Inflasi merupakan salah satu hal penting dalam menganalisis perekonomian. Inflasi adalah dimana sebuah perekenomian negara mengalami kenaikan tingkat harga secara umum yang bersifat terus menerus, ini dikarenakan harga barang yang tidak sesuai dengan peredaran uang yang disebabkan oleh berbagai faktor. Seperti di Indonesia hal ini biasanya terjadi pada saat menjelang hari raya idul fitri/lebaran, karena meningkatnya uang yang beredar diikuti dengan meningkatnya harga barang. Inflasi merupakan variable makro ekonomi dimana pemerintah harus selalu menjaga tingkat kestabilannya. inflasi merupakan cerminan dari stabilitas tingkat harga yang kemudian mempengaruhi realisasi pencapaian tujuan pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Selain inflasi, Permasalahan utama dalam negara berkembang seperti
Indonesia adalah masalah tingginya tingkat pengangguran. Awal ledakan
pengangguran sebenarnya bisa diketahui sejak sekitar tahun 1997 akhir atau 1998
awal. Ketika terjadi krisis moneter yang hebat melanda Asia khususnya Asia
Tenggara mendorong terciptanya likuiditas ketat sebagai reaksi terhadap gejolak
moneter di Indonesia, kebijakan likuidasi atas 16 bank akhir November 1997 saja
sudah bisa membuat sekitar 8000 karyawannya menganggur. Dan dalam selang waktu
yang tidak relatif lama, 7.196 pekerja dari 10 perusahaan sudah di PHK dari
pabrik-pabrik mereka di Jawa Barat, Jakarta, Yogyakarta, dan Sumatera
Selatan berdasarkan data pada akhir Desember 1997. Ledakan pengangguranpun
berlanjut di tahun 1998, di mana sekitar 1,4 juta pengangguran terbuka baru
akan terjadi. Dengan perekonomian yang hanya tumbuh sekitar 3,5 sampai 4%, maka
tenaga kerja yang bisa diserap sekitar 1,3 juta orang dari tambahan ngkatan
kerja sekitar 2,7 juta orang. Sisanya menjadi tambahan pengangguran terbuka
tadi. Total pengangguran jadinya akan melampaui 10 juta orang. Berdasarkan
pengalaman, jika kita mengacu pada data-data pada tahun 1996 maka pertumbuhan
ekonomi sebesar 3,5 sampai 4% belumlah memadai, seharusnya pertumbuhan ekonomi
yang ideal bagi negara berkembang macam Indonesia adalah di atas 6%
Jika hal tersebut tidak segera diatasi maka
akan menimbulkan kerawanan sosial dan berpotensi mengakibatkan kemiskinan.
Pengangguran adalah seseorang yang tidak bekerja, sedang mencari pekerjaan atau
sedang membuat usaha baru. Pemerintah Indonesia harus menciptakan lapangan kerja bagi setiap
warga negara agar meningkatnya pendapatan per kapita sekaligus pendapatan
nasional. Ketersediaan lapangan kerja bagi angakatan kerja yang membutuhkan ini
disebut dengan kesempatan kerja.
Dalam
mengatasi pengangguran keberadaan industri kecil yang mampu membantu untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan juga mengatasi masalah pengangguran di
daerah. Perkembangan industri kecil dilihat dari seberapa besar nilai produksinya
dan seberapa besar memberikan efek positif bagi perekonomian industry kecil
sangat diupayakan agar mampu menjangkau dan merata hingga kedaerah pedesaan.
Tingkat inflasi salah satu faktor yang juga mempengaruhi nilai produksi.
Tingginya tingkat suatu inflasi akan mengakibatkan nilai produksi mengalami
penurunan dan sebaliknya. Jika tingkat inflasi menurun akan mengakibatkan nilai
produksi mengalami peningkatan.
Rumusan masalah yang akan dikaji dalam pembahasan adalah sebagai
berikut:
1.
Apakah Defenisi
Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran ?
2.
Bagaimana Keterkaitan
Antara Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran dalam Perekonomian Indonesia
?
Adapun tujuannya adalah
sebagai berikut :
1.
Mengetahui Defenisi
Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran
2. Mengetahui Keterkaitan Antara Inflasi, Kesempatan Kerja dan Pengangguran
dalam Perekonomian Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Inflasi
Salah satu indikator
ekonomi makro yang digunakan untuk melihat/mengukur stabilitas perekonomian
suatu negara adalah inflasi. Perubahan dalam indikator ini akan berdampak
terhadap dinamika pertumbuhan ekonomi.
Inflasi adalah suatu gejala di mana tingkat harga umum mengalami
kenaikan secara terus-menerus. Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali
waktu saja tidaklah dapat dikatakan sebagai inflasi[1].
Menurut Keynes,
inflasi terjadi karena suatu masyarakat ingin hidup diluar kemampuan
ekonominya. Proses inflasi menurut pandangan ini, tidak lain adalah proses
perebutan bagian rezeki diantara kelompok-kelompok sosial yang menginginkan
bagian yang lebih besar daripada yang biasa disediakan oleh masyarakat
tersebut. Proses perebutan ini kemudian diterjemahkan menjadi keadaan dimana
permintaan masyarakat akan barang-barang selalu melebihi jumlah barang yang
tersedia. Karena permintaan tersebut melebihi barang yang tersedia, maka
harga-harga akan naik. Adanya kenaikan harga-harga tersebut berarti bahwa
sebagian rencana dari pembelian barang-barang dari kelompok tersebut tidak
terpenuhi. Pada periode selanjutnya golongan terssebut akakn berusaha
memperoleh dana yang lebih besar lagi (dari percetakan uang baru atau kredit
bank yang lebih besar atau dari kenaikan gaji yang lebih besar). Proses inflasi
akan terus berlangsung selama jumlah permintaan efektif dari semua golongan
masyarakat melebihi jumlah output yang dihasilkan oleh masyarakat.
Ada beberapa cara yang dikemukakan untuk menggolongkan jenis-jenis inflasi.
Ada beberapa cara yang dikemukakan untuk menggolongkan jenis-jenis inflasi.
Menurut Sukirno[2] ada beberapa macam inflasi yaitu:
1. Inflasi Merayap (inflasi
yang terjadi sekitar 2-3 persen per tahun)
2. Inflasi Sederhana (inflasi
yang terjadi sekitar 5-8 persen per tahun)
3. Hiperinflasi (inflasi yang
tingkatnya sangat tinggi yang menyebabkan tingkat harga menjadi dua kali lipat
atau lebih dalam tempo satu tahun.
Dampak inflasi
terhadap suatu perekonomian menurut Nanga[3] sebagai
berikut :
1. Inflasi
dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan pendapatan. Hal ini akan mempengaruhi
kesejahteraan ekonomi dari anggota masyarakat, sebab kesenjangan pandapatan
yang terjadi akan menyebabkan pandapatan riil satu orang meningkat, tetapi
pendapatan riil orang lainnya jatuh.
2. Inflasi
dapat menyebabkan penurunan dalam efisiensi ekonomi. Hal ini dapat terjadi
karena inflasi mengalihkan investasi dari padat karya menjadi padat modal
sehingga menambahkan tingkat pengangguran.
3. Inflasi
juga dapat menyebabkan perubahan-perubahan di dalam output dan kesempatan
kerja, dengan cara memmotivasi perusahaan untuk memproduksi lebih atau kurang
dari yang telah dilakukan selama ini.
Salah satu faktor yang
mempengaruhi penyerapan tenaga kerja adalah tersedianya kesempatan kerja yang
luas. Berdasarkan definisi yang diperoleh dari Kamus Besar Bahasa Indonesia,
kesempatan kerja dapat diartikan sebagai lowongan kerja yang disediakan baik
oleh pemerintah maupun swasta. Lowongan kerja itu sendiri tergantung dari
permintaan tenaga kerja oleh perusahaan[4].
Kesempatan kerja
adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu
perusahaan atau suatu instansi. “Kesempatan kerja akan menampung semua tenaga
kerja yang tersedia apabila lapangan pekerjaan yang tersedia mencukupi atau
seimbang dengan banyaknya tenaga kerja yang tersedia”[5].
Adapun
faktor–faktor yang mempengaruhi perluasan kesempatan kerja antara lain :
perkembangan jumlah penduduk dan angkatan kerja, pertumbuhan ekonomi dan
kebijaksanaan mengenai perluasan kesempatan kerja itu sendiri. Tenaga kerja
merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting disamping sumber alam,
modal dan teknologi. Tenaga kerja mempunyai peranan yang sangat penting dalam
pembangunan, yaitu sebagai pelaku pembangunan. Masalah ketenagakerjaan
merupakan masalah yang begitu nyata dan dekat dengan lingkungan kita. Bahkan,
masalah ketenagakerjaan dapat menimbulkan masalah-masalah baru di bidang
ekonomi maupun nonekonomi. Tingkat pengangguran yang tinggi menyebabkan
rendahnya pendapatan yang selanjutnya memicu munculnya kemiskinan. Tenaga kerja
juga merupakan salah satu faktor terpenting dalam proses produksi, maka dapat
dikatakan kesempatan kerja akan meningkat bila output meningkat. Sehingga perlu
dirumuskan kebijakan yang memberi dorongan kepada perluasan kesempatan kerja
agar alat–alat kebijakan ekonomi dapat mengurangi penganggunran. Kebijakan
pembangunan daerah yang pada dasarnya mempunyai fungsi dalam perluasan
kesempatan kerja apabila dilihat dari pembangunan daerah dan hubungan antara
daerah. Pada hakekatnya tiap–tiap proyek pembangunan dilakukan dalam suatu
daerah dan implementasinya harus menjadi komponen pembangunan.
Lewis mengemukakan
teorinya mengenai ketenagakerjaan, yaitu; kelebihan pekerja merupakan
kesempatan dan bukan masalah. Kelebihan pekerja satu sektor akan memberikan
andil terhadap pertumbuhan output dan penyediaan pekerja di sektor lain. Selanjutnya Lewis
mengemukakan bahwa ada dua sektor di dalam perekonomian negara sedang
berkembang, yaitu sektor modern dan sektor tradisional. Sektor tradisional
tidak hanya berupa sektor pertanian di pedesaan, melainkan juga termasuk sektor
informal di perkotaan (pedagang kaki lima, pengecer, pedagang angkringan).
Sektor informal mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada selama
berlangsungnya proses industrialisasi, sehingga disebut katub pengaman
ketenagakerjaan. Dengan terserapnya kelebihan tenaga kerja disektor industri
(sektor modern) oleh sector informal, maka pada suatu saat tingkat upah di
pedesaan akan meningkat. Peningkatan upah ini akan mengurangi perbedaan tingkat
pendapatan antara pedesaan dan perkotaan, sehingga kelebihan penawaran pekerja
tidak menimbulkan masalah pada pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya kelebihan pekerja justru merupakan modal untuk
mengakumulasi pendapatan, dengan asumsi perpindahan tenaga kerja dari sektor
tradisional ke sektor modern berjalan lancar dan perpindahan tersebut tidak
pernah menjadi terlalu banyak.[6]
Studi lembaga
penelitian SMERU mengemukakan setelah
adanya otonomi daerah, pemerintah kota cenderung populis, kecenderungan
kenaikan upah minimum yang pesat berdampak terhadap hilangnya kesempatan kerja
dan sekaligus pendapatan pekerja rawan seperti pekerja usia muda, pekerja tidak
tetap, dan pekerja perempuan. Mengisinya ketersediaan kesempatan kerja yang tersedia
diperlukannya Sumber daya manusia yang berkualitas dan masyarakat madani.
Sumber Daya Manusia
mengandung dua pengertian:pertama, bahwa sumber daya manusia adalah kualitas
atau karakteristik yang perlu dimiliki oleh seseorang untuk menghasilkan barang
dan jasa; kedua, bahwa sumber daya manusia menyangkut kelompok masyarakat yang
mampu bekerja dan memberi kontribusi terhadap perekonomian secara keseluruhan.
Dengan demikian pengertian sumber daya manusia mencakup aspek kuantitas dan
kualitas atau karakteristik manusia itu sendiri untuk melaksanakan proses itu
sendiri.
Menurut
Sukirno[7] pengangguran
adalah jumlah tenaga kerja dalam perekonomian yang secara aktif mencari
pekerjaan tetapi belum memperolehnya. Nanga [8] mendefinisikan
pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam
kategori angkatan kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang
mencari pekerjaanSelanjutnya terdapat
beberapa jenis-jenis pengangguran.
T ingkat pendidikan
yang dimiliki tenaga kerja akan mempengaruhi keputusan kapan mereka bekerja dengan membandingkan
besarnya timbal balik yang didapat atau upah dengan tingkat pendidikan yang
telah mereka tempuh. Rendahnya produktivitas tenaga
kerja di Indonesia ini, telah berdampak terhadap kinerja serta kepercayaan para
investor untuk menggunakan jasa tenaga 86 kerja Indonesia. Oleh karena itu,
produktivitas tenaga kerja sangat menentukan kondisi permintaan tenaga kerja
itu sendiri. Sehingga produktivitas yang rendah akan membuat perusahaan
memutuskan hubungan kerja dengan para tenaga kerja. Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK) ini tentunya akan meningkatkan jumlah pengangguran. Adanya perkembangan dan tingkat pengangguran
di Indonesia dapat dilihat pada tabel :
Berdasarkan
tabel tersebut, diketahui bahwa selama tahun 2000- tahun 2011 tersebut
produktivitas tenaga kerja di Indonesia selalu meningkat. Salah satu masalah
ketenagakerjaan di Indonesia adalah tingkat pengangguran. Pada Tabel 1
diketahui bahwa tingkat pengangguran di Indonesia dari tahun 2000 – 2011
mengalami peningkatan dan penurunan. Meningkatnya tingkat pengangguran diduga
dipengaruhi oleh penurunan produktivitas, pertumbuhan ekonomi, investasi,
pengeluaran pemerintah dan inflasi serta naiknya upah. Sebaliknya, penurunan
tingkat pengangguran diduga dipengaruhi oleh meningkatnya produktivitas,
pertumbuhan ekonomi, investasi, pengeluaran pemerintah dan inflasi serta
turunnya upah. Peningkatan ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Adapun
faktor-faktor tersebut pada penelitian ini adalah diduga karena dipengaruhi oleh
meningkatnya pendidikan dan kesehatan kerja di Indonesia.
Menurut Sukirno[9] terdapat
dua cara untuk menggolongkan jenis-jenis pengangguran yaitu berdasarkan
sumber/penyebab yang mewujudkan pengangguran dan ciri pengangguran tersebut.
Berikut jenis pengangguran berdasarkankan penyebabnya:
1. Pengangguran
normal atau friksional adalah jenis pengangguran yang disebabkan penganggur
ingin mencari pekerjaan yang lebih baik.
2. Pengangguran
siklikal adalah jenis pengangguran yang disebabkan merosotnya kegiatan ekonomi
atau karena terlampau kecilnya permintaan agregat di dalam perekonomian
dibanding penawaran agregatnya.
3. Pengangguran
struktural adalah jenis pengangguran yang disebabkan adanya perubahan struktur
kegiatan ekonomi.
4. Pengangguran
teknologi adalah pengangguran yang disebabkan adanya penggantian tenaga manusia
oleh mesin-mesin dan bahan kimia.
Penggolongan jenis
pengangguran berdasarkan cirinya menurut Sukirno[10], adalah
sebagai berikut :
1. Pengangguran
terbuka yaitu pengangguran ini tercipta sebagai akaibat pertambahan lowongan
pekerjaan yang lebih rendah dari pertambahan tenaga kerja.
2. Pengangguran
tersembunyi yaitu pengangguran ini tercipta sebagai akibat jumlah pekerja dalam
suatu kegiatan ekonomi lebih banyak dari yang sebenarnya diperlukan.
3. Pengangguran
bermusim yaitu pengangguran yang tercipta akibat musim yang ada, biasanya
pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan.
4. Setengah
menganggur yaitu pengangguran yang tercipta akibat tenaga kerja bekerja tidak
sepenuh dan jam kerja mereka adalah jauh lebih rendah dari yang normal.
Penyebab terjadinya
pengangguran, di antaranya adalah[11]:
1. Keterbatasan
jumlah lapangan kerja, sehingga tidak mampu menampung seluruh pencari kerja.
2. Keterbatasan
kemampuan yang dimiliki pencari kerja, sehingga pencari kerja tidak mampu
mengisi lowongan kerjanm karena tidak memenuhi persyaratan kemampuan dan
keterampilan yang diperlukan.
3. Keterbatasan
informasi, yakni tidak memiliki informasi dunia usaha mana yang memerlukan
tenaga kerja serta persyaratan apa yang diperlukan.
4. Tidak
meratanya lapangan kerja. Daerah perkotaan banyak tersedia lapangan pekerjaan
sedangkan di pedesaan sangat terbatas.
5. Kebijakan
pemerintah yang tidak tepat, yakni pemerintah tidak mampu mendorong perluasan
dan pertumbuhan sektor modern.
6. Rendahnya
upaya pemerintah untuk melakukan pelatihan kerja guna meningkatkan skillpencari kerja.
Menurut Marhaeni dan
Manuati[12]
terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat pengangguran, yaitu sebagai
berikut:
1. Tingkat
upah; dimana tingkat upah memegang peranan penting atau sangat berpengaruh
besar dalam kondisi ketenagakerjaan.
2. Teknologi;
penggunaan teknologi yang tepat guna akan mengurangi permintaan tenaga kerja
sehingga akan meningkatkan jumlah pengangguran.
3. Fasilitas
modal; fasilitas modal mempengaruhi permintaan tenaga kerjamelalui dua sisi.
Pengaruh substitutif, dimana bertambahnya modal akan mengurangi permintaan
tenaga kerja. Pengaruh komplementer, dimana bertambahnya modal akan membutuhkan
tenaga kerja yang lebih banyak untuk mengelola modal yang tersedia.
4. Struktur
perekonomian; perubahan struktur ekonomi menyebabkan penurunan permintaan
tenaga kerja.
Menurut
Dernburg dan Karyaman Muchtar [13], jika
tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi tingkat
pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika tingkat inflasi yang
diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang relatif rendah.
Hubungan antara tingkat inflasi dengan pengangguran digambarkan oleh kurva
Phillips. Adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran naik atau
hubungan searah (tidak adatrade off) maka
menunjukkan bahwa adanya perbedaan dengan kurva Philips dimana terjaditrade off antara inflasi yang
rendah atau pengangguran yang rendah.
Penelitian yang
dilakukan oleh Alghofari[14] yang
berjudul “Analisis Tingkat Pengangguran Di Indonesia Tahun 1980-2007″. Dalam
penelitian beliau, pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah dan tingkat
inflasi secara signifikan dan positif mempengaruhi tingkat pengangguran terbuka
di Indonesia periode tahun 1980 sampai 2007. Adapun hubungan positif maupun
negatif inflasi terhadap tingkat pengangguran yang terjadi. Apabila tingkat
inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum,
maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan
pada tingkat bunga atau pinjaman. Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang
tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang
produktif.
Teori yang signifikan
dalam menjelaskan sebab akibat inflasi adalah Kurva Phillips, seperti pada
gambar di bawah ini:
Kurva Philips di atas
menjelaskan hubungan antara tingkat inflasi dengan tingkat pengangguran
didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan
permintaan agregat. Dengan naiknya permintaan agregat, berdasarkan teori
permintaan, permintaan akan naik, kemudian harga akan naik pula. Dengan
tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen
meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja
merupakan satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari
peningkatan penyerapan tenaga kerja tersebut maka dengan naiknya harga-harga
(inflasi) pengangguran menjadi berkurang atau bisa dilihat pula dengan tingkat
inflasi yang stabil akan menurunkan tingkat suku bunga yang secara langsung
kemudian akan memicu banyaknya permintaan atas kredit usaha dan akan banyak
industri atau sektor usaha yang bermunculan, sehingga jumlah penyerapan tenaga
kerja meningkat seiring kesempatan kerja yang tinggi. Kurva Philips ini hanya berlaku pada tingkat inflasi ringan dan
dalam jangka pendek. Hal ini disebabkan karena adanya kenaikan harga yang
membuat perusahaan meningkatkan jumlah produksinya dengan harapan memperoleh
laba yang lebih tinggi. Namun, jika inflasi yang terjadi adalah hyper
inflation, kurva Philips tidak berlaku lagi. Pada saat inflasi tinggi yang
tidak dibarengi dengan kemampuan masyarakat, perusahaan akan mengurangi jumlah
penggunaan tenaga kerja sehingga jumlah pengangguran akan bertambah[15].
Inflasi tidak
berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di Indonesia secara
parsial. Tidak terdapatnya pengaruh yang signifikan antara inflasi dan tingkat
pengangguran mengindikasikan bahwa tingkat pengangguran tidak dipengaruhi oleh
inflasi di Indonesia. Hal ini dikarenakan inflasi yang terjadi di Indonesia
sebagian besar adalah inflasi yang berasal dari kenaikan atau dorongan biaya
produksi (Cost Push Inflation) bukan berasal dari
kenaikan atau tarikan permintaan (Demand Pull Inflation).
Sebab inflasi yang berasal dari tarikan permintaan akan mendorong produsen atau
perusahaan untuk meningkatkan kapasaitas produksinya dengan menambah
input-input produksi diantaranya tenaga kerja (asumsi modal tetap). Akibat dari
peningkatan penggunaan input produksi dalam hal ini adalah tenaga kerja maka
akan menurunkan tingkat pengangguran. Sedangkan inflasi yang berasal dari
dorongan biaya tidak akan menyebabkan peningkatan terhadap permintaan input
produksi (tenaga kerja) dan bahkan sampai kadar tertentu peningkatan biaya
produksi ini justru akan mengurangi penggunaan tenaga kerja sehingga
meningkatkan tingkat pengangguran. Kondisi ini dibuktikan oleh semakin
meningkatnya biaya produksi perusahaan di Indonesia beberapa tahun belakangan
seperti meningkatnya harga-harga bahan baku dan barang modal impor akibat
krisis keuangan global sehingga mendorong kenaikan harga output produksi.
Kenaikan harga output produksi ini telah memicu terjadinya inflasi di Indonesia
akan tetapi inflasi seperti ini tidak mengakibatkan kapasitas produksi
meningkat sehingga penggunaan tenaga kerja juga tidak meningkat. Oleh karena
itu, tingkat pengangguran tidak berkurang[16].
Salah satu peristiwa
moneter yang sangat penting dan yang dijumpai di hampir semua negara di dunia
adalah inflasi.
Dengan naiknya
permintaan agregat, berdasarkan teori permintaan, permintaan akan naik,
kemudian harga akan naik pula. Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk
memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan
menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan satu-satunya input yang dapat
meningkatkan output)[17].
Tingkat inflasi mempunyai hubungan positif
atau negatif terhadap kesempatan kerja. Apabila tingkat inflasi yang dihitung
adalah inflasi yang terjadi pada harga-harga secara umum, maka tingginya
tingkat inflasi yang terjadi akan berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga
(pinjaman). Oleh karena itu, dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi
investasi untuk mengembangkan sektor-sektor yang produktif. Hal ini akan
berpengaruh pada rendahnya kesempatan kerja sebagai akibat dari rendahnya
investasi. Dengan adanya kecenderungan bahwa tingkat inflasi dan pengangguran
kedudukannya naik (tidak ada trade off) maka menunjukkan bahwa adanya perbedaan dengan kurva philips
dimana terjadi trade off antara inflasi yang rendah atau pengangguran yang
rendah. Jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya, jika
tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat pengangguran
yang relatif rendah.
Masalah
ketersediaannya kesempatan kerja juga dipengarhi oleh tingginya tingkat
pengangguran dikalangan amgkatan kerja terdidik. Menurut Saliman[18], hal
juga ini dapat berdampak serius pada berbagai dimensi kehidupan. Dari dimensi
politik, dapat dijelaskan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan para
pengangggur, semakin gawat kadar tindakan destabilitas yang tercipta. Lulusan
perguruan tinggi yang tidak terlibat dalam kegiatan ekonomi dapat mendorong
pada perubahan sosial yang cepat. Sementara itu tamatan pendidikan menengah
yang tidak bekerja dapat semakin mempergawat kadar ketidakdamaian politik.
Banyak kasus kerusuhandan aksi-aksi politik yang eksplosif didukung oleh para
lulusan dunia pendidikan menengah yang tidak bekerja. Dari dimensi ekonomi, masalah ini merupakan pemborosan nasional.
Investasi pendidikan adalah biaya yang tidak sedikit, apalagi pada tingkat
pendidikan menengah ke atas. Jika angkatan kerja ini tidak didayagunakan sesuai
dengan kapasitasnya, maka terjadi inefisiensi (pemborosan) biaya, waktu, dana
maupun energi. Dari dimensi sosial-psikologi, pengangguran tenaga terdidik sangat
berbahaya. Situasi ini akan menimbulkan kemerosotan rasa percaya diri dan harga
diri para penganggur. Apabila berlangsung dalam kurun waktu relative lama,
hilangnya rasa percaya diri ini akan semakin terakumulasi dan dapat mengimbas
pada angkatan kerja lainnya[19].
Studi Kasus Kota Malang
Kurniawan[20]
mengemukakan bahwa dari gambar diatas bisa dilihat bahwa Tingkat Inflasi di
Kota Malang dari tahun 1980 sampai 2011 trennya stabil, hanya ditahun 1998 saja
yang mencapai 93% sebab pada saat itu Indonesia khususnya Kota Malang terkena
dampak krisis moneter dan seperti yang terlihat pengangguran terbukanya pun
ikut melonjak disaat yang sama. Dan bila melihat jumlah Pengangguran Terbukanya
meningkat di tahun 1980 hingga 2005 sedangkan di tahun 2006 hingga 2011
menurun. Perkembangan tingkat inflasi yang stabil di Kota Malang ini memiliki
hubungan positif atau negatif terhadap besarnya jumlah Pengangguran Terbuka
yang terjadi.
Pengaruh negatif
terjadi sebagai akibat dari peningkatan inflasi di suatu tahun memacu kenaikan
tingkat suku bunga yang selanjutnya akan berimbas pada turunnya tingkat
investasi, akibatnya jumlah pengangguran meningkat seiring kesempatan kerja
yang rendah seperti yang terjadi pada tahun 1980 hingga 2005. Sedangkan
pengaruh positif terhadap jumlah Pengangguran Terbukanya didasarkan pada inflasi
merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya
permintaan agregat, maka permintaan akan naik dan harga akan naik pula. Dengan
tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen
meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja dan dengan
mendirikan atau menambah unit usahanya dalam hal ini membangun industri baru
sehingga pengangguran akan berkurang seperti yang tercermin pada tahun 2006
sampai 2011.[21]
BAB III
KESIMPULAN
1.
Inflasi adalah suatu
gejala di mana tingkat harga umum mengalami kenaikan secara terus-menerus.
Kenaikan tingkat harga umum yang terjadi sekali waktu saja tidaklah dapat
dikatakan sebagai inflasi.
2. Kesempatan
kerja adalah banyaknya orang yang dapat tertampung untuk bekerja pada suatu
perusahaan atau suatu instansi.
3. Pengangguran
adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam kategori angkatan
kerja tidak memiliki pekerjaan dan secara aktif tidak sedang mencari pekerjaan.
4. Menurut
Dernburg dan Karyaman Muchtar, jika tingkat inflasi yang diinginkan adalah
rendah, maka akan terjadi tingkat pengangguran yang sangat tinggi. Sebaliknya,
jika tingkat inflasi yang diinginkan tinggi, maka akan terjadi tingkat
pengangguran yang relatif rendah. Hubungan antara tingkat inflasi dengan
pengangguran digambarkan oleh kurva Phillips.
5. Tingkat
inflasi mempunyai hubungan positif atau negatif terhadap kesempatan kerja.
Apabila tingkat inflasi yang dihitung adalah inflasi yang terjadi pada
harga-harga secara umum, maka tingginya tingkat inflasi yang terjadi akan
berakibat pada peningkatan pada tingkat bunga (pinjaman). Oleh karena itu,
dengan tingkat bunga yang tinggi akan mengurangi investasi untuk mengembangkan
sektor-sektor yang produktif. Hal ini akan berpengaruh pada rendahnya kesempatan
kerja sebagai akibat dari rendahnya investasi.
6. Pengaruh
negatif terjadi sebagai akibat dari peningkatan inflasi di suatu tahun memacu
kenaikan tingkat suku bunga yang selanjutnya akan berimbas pada turunnya
tingkat investasi, akibatnya jumlah pengangguran meningkat seiring kesempatan
kerja yang rendah seperti yang terjadi pada tahun 1980 hingga 2005. Sedangkan
pengaruh positif terhadap jumlah Pengangguran Terbukanya didasarkan pada
inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan
naiknya permintaan agregat, maka permintaan akan naik dan harga akan naik pula.
Dengan tingginya harga (inflasi) maka untuk memenuhi permintaan tersebut
produsen meningkatkan kapasitas produksinya dengan menambah tenaga kerja dan
dengan mendirikan atau menambah unit usahanya dalam hal ini membangun industri
baru sehingga pengangguran akan berkurang seperti yang tercermin pada tahun
2006 sampai 2011.
Daftar Pustaka
Anggrainy, K. (2013). Analisis Dampak Kenaikan Upah
Minimum Kota (UMK) Terhadap Kesempatan Kerja Dan Investasi (Studi Kasus Pada
Kota Malang Periode 2001-2011). Jurnal Ilmiah. Vol 1.
Dewi, A. M. (2004).
Ekonomi Sumber Daya Manusia. Buku Ajar pada Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana.
Kurniawan, R. C.
(2013). Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap Tingkat
Pengangguran Terbuka di Kota Malang Tahun 1980-2011 Vol.1.
Muchtar, T. F.
(1994). Makro Ekonomi : Konsep Teori dan Kebijakan . Jakarta:
Erlangga.
Nanga, M. (2005). Makro
Ekonomi : Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT.Raja
Grafindo Persada.
Saliman, A. R.
(2005). Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori dan Contoh Kasus ).
Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
Sukirno, S. (2004). Makro
Ekonomi. Edisi Ketiga. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.
Tambunan, T. T.
(2001). Perekonomin Indonesia : Teori dan Temuan Empirisan. Jakarta:
Penerbit Ghalia Indonesia.
Todaro, M. P. (2004).
Ekonomi Pembnagunan Di Dunia Ketiga. Jakarta: Erlangga.
http://rizalgomes.blogspot.com/2012/12/d1mp1k-dampak-pengangguran-terhadap.html. (Jumat, 2 januari 2015: 20.00 wib)
http://srinurdianti26.wordpress.com/2014/06/12/hubungan-inflasi-kaitannya-dengan-kesempatan-kerja.html. ( Jumat,2 januari 2015: 20.00 wib)
http://dg-rapiera.blogspot.com/2012/06/pengaruh-pertumbuhan-ekonomi-terhadap.html
(jumat, 2 januari 2015: 20.00 wib)
Pesan & Kesan Selama Mengikuti
Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
Pesan :
Mungkin beberapa hal kendala yang membuat MK Perekonomian
Indonesia terasa kurang lengkap yaitu jadwal yang tidak teratur, terkadang tidak tepat waktu dan jumlah pertemuan yang
masih kurang
Kesan :
Menurut saya metode sharing sangat bagus, karena membantu
mahasiswa untuk mengembangkan pemikiran dengan mengangkat masalah-masalah
perekonomian di indonesia yang sedang terjadi.
[1] Nanga, Muana. (2005). Makro
Ekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta: PT.
Raja Grafika Persada. Hlm.237
[3] Nanga, Muana.
(2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi Kedua. Jakarta:
PT. Raja Grafika Persada. Hlm. 248
[4] Anggrainy, Kholifah.
2013. Analisis Dampak Kenaikan Upah Minimum Kota (UMK)
Terhadap Kesempatan Kerja Dan Investasi (Studi Kasus pada Kota Malang Periode
2001-2011). Jurnal Ilmiah. Vol 1, No 2
[5] Tambunan, TH Tulus. 2001. Perekonomian Indonesia: Teori dan Temuan
Empiris. Jakarta: Penerbit Ghalia
Indonesia. Hlm.60
[6] Todaro, Michel P. (2004). Ekonomi Pembangunan Di Dunia
Ketiga. Jakarta: Erlangga
[8] Nanga, Muana.
(2005). Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan. Edisi
Kedua. Jakarta: PT. Raja Grafika Persada. Hlm. 249
[11] http://srinurdianti26.wordpress.com/2014/06/12/hubungan-inflasi-kaitannya-dengan-kesempatan/
akses pada tanggal 2 januari 2015
[12] Marhaeni, A.A.I.N dan
I.G.A Manuati Dewi. 2004. Ekonomi Sumber Daya
Manusia.Buku Ajar pada
Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana. Hlm.56
[13] Dernburg, Thomas F dan Karyaman
Muchtar.(1994) Makroekonomi : konsep teori dan kebijakan. Jakarta: Erlangga.
Hlm.330
[14] http://srinurdianti26.wordpress.com/2014/06/12/hubungan-inflasi-kaitannya-dengan-kesempatan/
akses pada tanggal 2 januari 2015
[15] http://dg-rapiera.blogspot.com/2012/06/pengaruh-pertumbuhan-ekonomi-terhadap.html
akses pada tanggal 2 januari 2015
[16] http://rizalgomes.blogspot.com/2012/12/d1mp1k-dampak-pengangguran-terhadap.html. Akses pada tanggal 2 januari 2015
[18] Saliman.
Abdul R. (2005).Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori
dan contoh kasus ). Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
[19]
Saliman. Abdul R. (2005).Hukum Bisnis Untuk Perusahaan (Teori
dan contoh kasus ). Jakarta: Penerbit Kencana Prenada Media Group.
[20] Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Jurnal Ilmiah. Vol. 1, No. 1
[21] Kurniawan, Roby Cahyadi. 2013. Analisis Pengaruh PDRB, UMK, dan Inflasi Terhadap
Tingkat Pengangguran Terbuka Di Kota Malang Tahun 1980-2011. Jurnal Ilmiah. Vol. 1, No. 1
0 Comments:
Posting Komentar
Bagikan Komentarmu