Makalah Mata Kuliah Filsafat Umum : Eksistensialisme


EKSISTENSIALISME
( Filsafat Menurut Kemerdekaan Atau Kebebasan )
         Makalah
     Mata Kuliah Filsafat Umum
                          Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Kelompok
                                         Program Study Ekonomi Islam

Disusun oleh kelompok 11 :

1.      M. ALIMUL HAKIM                                 : 13190149
2.      M. ANDRE PRANATA                     : 13190150

Dosen Pembimbing     :  Dr. H Drs. Marsaid
Mata Kuliah               :  Filsafat Umum

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS ISLAM
JURUSAN EKONOMI ISLAM
IAIN RADEN FATAH PALEMBANG

Kata Pengantar


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah Kami Panjatkan Puji Syukur ke hadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, yang masih memberikan rahmat, hidayah, dan nikmat-Nya kepada kami sehingga bisa menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “EKSISTENSIALISME ( Filsafat Menurut Kemerdekaan ) ”.
Makalah ini merupakan salah satu tugas kelompok  yang diberikan oleh dosen, selain itu juga sebagai pengembangan wawasan mata kuliah  Fisafat Umum, sehingga diharapkan dapat bermanfaat bagi diri sendiri dan juga orang lain.
Akhirnya kami menyadari bahwa dalam makalah ini pastinya banyak kesalahan dan kekurangan sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan pembaca agar makalah ini dapat menjadi lebih sempurna
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.



                                                                                    Palembang,  26 Desember  2014


                                                                                                  Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.          Pendahuluan

Sebagai salah satu aliran besar dalam filsafat, secara khususnya dalam periodisasi filsafat barat yang juga pernah menjadi salah satu aliran sangat penting di abad ke-20. Eksistensialisme merupakan filsafat yang memandang segala gejala dengan berpangkal pada eksistensi, yang secara umum diartikan sebagai keberadaan.
Paham ini memusatkan perhatiannya kepada manusia, maka kerena itulah filsafat ini bersifat humanitis, yang mempersoalkan seputar keber-Ada-an manusia dan keber-Ada-an itu dihadirkan lewat kebebasan.
Eksistensi adalah cara manusia berada dalam dunia, yang mana cara berada manusia di dunia ini amatlah berbeda dengan cara berada benda-benda yang tidak sadar akan keberadaannya, juga benda yang satu berada di samping lainnya, tanpa hubungan.
Namun, disamping itu semua manusia berada bersama-sama dengan sesama manusia. Maka, untuk membedakan antara benda dengan manusia dapat kita katakan bahwa benda “berada” dan manusia “bereksistensi”.
Sehubungan dengan itu semua maka, dalam makalah pengantar filsafat kali ini, penulis ingin membahas tentang Eksistensialisme dan cara berfikirnya.

B.          Tujuan Makalah

a.              Menyelesaikan Tugas Mata Kuliah Filsafat Umum.
b.             Mengetahui Sebab Munculnya Filsafat Eksistensialisme.
c.              Mengetahui Pengertian Filsafat Eksistensialisme.
d.             Mengetahui Tokoh-tokoh Eksistensialisme dan Cara Berfikirnya.







BAB II
PEMBAHASAN

A.          Sebab Munculnya Filsafat Eksistensialisme

Sesuai dengan sifatnya yang radikal, filsafat merupakan ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang ada secara mendalam, sehingga dengan adanya filsafat kita akan tahu akar-akar dari berbagai macam ilmu lainnya dan juga dasar dari segala yang ada. Filsafat sebagai mother of scientist terus saja berkembang, mencari asas, memburu kebenaran, mencari kejelasan dan selalu berfikir secara rasional. Maka tidak heran setiap abadnya teruslah terlahir berbagai macam ahli filsafat di belahan dunia yang berbeda-beda dengan berbagai macam cara berpikir yang berbeda pula.
Filsafat Eksistensialisme merupakan salah satu paham yang muncul dikarenakan ketidakpuasan beberapa filosof terhadap filsafat pada masa Yunani hingga modern.  Mulai dari materialisme, idealisme hingga reaksi terhadap dunia pada umumnya dan khusunya Eropa Barat yang saat itu sedang mengalami perang Dunia ke II.
Pandangan  materialisme baik yang kolot maupun modern, menyatakan bahwa manusia pada akhirnya adalah benda seperti halnya kayu dan batu. Memang, para materialis tidak menyatakan secara gamblang bahwa manusia sama dengan benda (batu, kayu atau lainnya), namun pada materialisme dikatakan pada akhirnya, pada prinsipnya, pada dasarnya, pada instansi yang terakhir, manusia hanyalah material: dengan kata lain materi, betul-betul materi. Menurut materialisme menurut bentuk, manusia memang lebih unggul dari sapi, pohon atau batu tetapi, pada keberadaanya manusia sama saja dengan sapi, pohon dan batu. Sedangkan eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama. Manusia berada di dunia, sama seperti sapi dan pohon ada di dunia. Namun, cara berada manusia berbeda dengan benda-benda lain. Manusia menyadari dirinya berada di dunia, mereka mengahadapi dunia, menghadapi dengan mengerti apa yang dihadapinya berbeda dengan hewan dan benda-benda mati lainnya. Manusia mengerti guna pohon, batu dan di antaranya ialah mereka mengerti bahwa hidup mereka memiliki arti. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm.219-220)
Menurut Rene Le Senne, seorang eksistensialis, kesalahan materialisme secara singkat disebabkan oleh detotalisasi. De artinya memungkiri, total artinya keseluruhan yang mana materialisme memungkiri bahwa manusia sebagai sebuah keseluruhan. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm. 220)
Idealisme juga turut andil dalam terbentuknya aliran filsafat Eksistensialisme. Jika materialisme memandang kejasmanian sebagai keseluruhan manusia, sedangkan jasmani hanyalah merupakan bagian dari manusia tanpa memperdulikan bahwa manusia berfikir dan berkesadaran. Akan tetapi sebaliknya, dalam idealisme aspek berfikir dan berkesadaran yang terlupakan dalam materialisme justru dijunjung tinggi oleh idealisme hingga seluruh manusia, tidak ada barang lain selain pikiran. Bibit idealisme yang muncul sejak zaman Plato, dan dibuka secara sungguh-sungguh oleh Deskartes, yang menyatakan bahwa manusia disamakan dengan kesadarannya dan kesadaran itu tidaklah bersentuhan dengan alam jasmani. Kesadaran itu seolah tergantung di langit, dalam kesadaran tersebut terdapat idea-idea dan idea-idea tersebut sama sekali bukan berasal dari kontak dengan dunia luar. Dalam idealisme tulen, tidak ada hubungan idea dengan realitas di luar pikiran. Menurut idealisme, tiap-tiap pemikiran dengan dunia luar hanyalah nonsense belaka. Konsekuensinya ialah ia akan mengingkari adanya manusia lain selain dia. Bahkan dalam cogito-nya, Deskartes pernah mengingkari adanya jasadnya sendiri.
Maka kesalahan idealisme yang di tolak oleh eksistensialisme ialah mereka memandang manusia sebagai subjek, hanya sebagai kesadaran. Sedangkan materialisme hanya melihat manusia sebagai objek. Oleh karena itulah muncul eksistensialisme sebagai jalan keluar diantara keduanya yang menjadikan manusia sebagai subjek juga objek.
Selain beberapa penyebab munculnya filsafat eksistensialisme yang telah saya sebutkan tadi, munculnya eksistensialisme merupakan gerakan filosofis yang muncul di Jerman setelah perang dunia I dan berkembang di Perancis setelah perang dunia II. Bermula dari reaksi Soren Aabye Kierkegaard terhadap Hegel yang mengajarkan adanya “aku umum” sedangkan Kierkegaard mengajarkan bahwa “aku individual”. (Prof. Dr. Ahmad Tafsir, 1990, hlm. 222)
Demikianlah, Kierkegaard memperkenalkan istilah “eksistensi”. Baginya hanya manusia yang dapat bereksistensi, dan eksistensi seseorang tidak dapat dijalankan satu kali untuk selamanya, namun setiap saat eksistensi orang tersebut menjadi objek pemilihan baru. Bereksistensi ialah bertindak. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan tempat seseorang  untuk bereksistensi atas nama seseorang.
Munculnya eksistensialisme juga didorong oleh situasi dunia secara umum, terutama dunia Eropa barat. Pada waktu itu kondisi dunia pada umumnya tidak menentu akibat perang. Di mana-mana terjadi krisis nilai. Manusia menjadi orang yang gelisah, merasa eksistensinya terancam oleh ulahnya sendiri. Manusia melupakan individualitasnya. Dari sanalah para filosof berpikir dan mengharap adanya pegangan yang dapat mengeluarkan manusia dari krisis tersebut. Dari proses itulah lahir eksistensialisme.

B.          Pengertian Filsafat Eksistensialisme

Eksistensialisme dipersiapkan dalam abad ke-19 oleh S. Kierkegaard (1813-1855) dan F. Nietsche (1844-1900). Dalam abad ke-20 eksistensialisme menjadi aliran filsafat yang sangat penting. Filsuf-filsuf paling besar dari eksistensialisme adalah K.Jaspers, M.Heidegger, J.P.Sartre, G. Marcel dan Marleau Ponty. (Drs. Surajiyo, 2005,hlm.161)
Kata eksistensi berasal dari kata eks (keluar) dan sistensi, yang merupakan turunan dari kata kerja sisto (berdiri, menempatkan) sedangkan isme dalam eksistensialisme adalah paham. Oleh karena itulah kata eksistensi diartikan manusia berdiri sebagai diri sendiri dengan keluar dari dirinya. Sekalipun demikian manusia tidak sama dengan benda-benda, sebab manusia sadar akan keberadaannya itu.
Pendapat lain, menyatakan “eksistensialisme” merupakan suatu aliran dalam ilmu filsafat yang menekankan pada manusia yang bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang benar dan mana yang tidak benar. Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar. Manusia juga dipandang sebagai suatu mahluk yang harus bereksistensi (berbuat), mengkaji cara manusia berada di dunia dengan kesadaran. Jadi dapat dikatakan pusat renungan eksistensialisme adalah manusia konkret.
Dari sekian banyak filsuf eksistensialisme atau eksistensialis yang memiliki pendapat dan pemikiran berbeda dalam ke-eksistensialimeannya, dapat kita temukan ciri-ciri yang sama, yang menjadikan sistem itu dapat di cap sebagai eksistensialisme. Menurut Harun Hadiwijono (1990) ciri-cirinya adalah sebagai berikut:
1.      Motif pokok adalah apa yang disebut eksistensi, yaitu cara manusia berada. Hanya manusialah yang bereksistensi. Eksistensi adalah cara khas manusia berada. Pusat perhatian ini adalah manusia. Oleh karena itu, filsafat ini bersifat humanitis.
2.      Bereksistensi harus diartikan bersifat dinamis. Bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif. Bereksistensi berarti berbuat, menjadi, merencanakan. Setiap manusia menjadi lebih atau kurang dari keadaannya.
3.      Di dalam eksistensialisme manusia dipandang sebagai terbuka. Manusia adalah realitas yang belum selesai, yang masih harus dibentuk. Pada hakikatnya manusia terikat kepada dunia sekitarnya, terlebih lagi pada manusia sekitarnya.
4.      Eksistensialisme memberi tekanan kepada pengalaman yang konkret, pengalaman yang eksistensial. Hanya arti pengalaman ini berbeda-beda. Heidegger memberi tekanan kepada kematian, yang menyuramkan segala sesuatu, Marcel kepada pengalaman keagamaan dan Jaspers kepada pengalaman hidup yang bermacam-macam seperti kematian, penderitaan, perjuangan dan kesalahan. (Drs. Surajiyo, 2005, hlm.161-162)

C.          Tokoh-tokoh Eksistensialisme Beserta Pemikirannya

1.      Soren Aabye Kierkegaard.
Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855) lahir di Kopenhagen, Denmark. Ia lahir ketika ayahnya berumur 56 tahun dan ibunya 44 tahun. Ia mulai belajar teologi di Universitas Kopenhagen. Tahun 1841 ia mempublikasikan buku pertamanya (disertasi MA) Om Begrebet Ironi (The Concept of Irony). Karya ini sangat orisinal dan memperlihatkan kecemerlangan pemikirannya. Ia mengecam keras asumsi-asumsi pemikiran Hegel yang bersifat umum. Karya agungnya terjelma dalam Afsluttende Uvidenskabelig Efterskriff (Consluding Unscientific Postcript) tahun 1846, mengungkapkan ajaran-ajarannya yang bermuara pada kebenaran subyek. Karya-karya lainnya adalah Enten Eller (1843) dan Philosophiske Smuler (1844). Sedangkan buku-buku yang bernada kristiani adalah Kjerlighedens Gjerninger (Work of Love) 1847, Christelige Taler (Christian Discourses) 1948, dan Sygdomen Til Doden (The Sickness into Death) tahun 1948).
Mulanya ia tertarik pada filsafat Hegel ketika ia belajar teologi di Universitas Kopenhagen, yang pada saat itu (Filsafat Hegel) populer di kalangan intelektual di Eropa, tetapi tidak lama kemudia Soren Aabye Kierkegaard melancarkan kritiknya. Keberatan yang diajukan oleh Kierkegaard kepada Hegel ialah karena Hegel meremehkan eksistensi yang konkret karena ia (Hegel) mengutamakan idea yang sifatnya umum. Sedangkan menurut Kierkegaard manusia tidak pernah hidup sebagai suatu “aku umum”, tetapi sebagai “aku individual” yang unik dan tidak dapat dijabarkan ke dalam sesuatu yang lain.
Dengan demikian, kierkegaard memperkenalkan istilah “eksistensi” dalam suatu arti yang mempunyai peran besar pada abad ke-20. Hanya manusia yang mapu bereksistensi dan eksistensi saya atau seseorang tidak saya jalankan satu kali untuk selamanya. Bereksistensi ialah bertindak. Tidak ada orang lain yang dapat menggantikan tempat saya untuk bereksistensi atas nama saya.
Banyak sekali dari filosof masa lampau yang mempelajari sifat-sifat umum, sifat manusia pada umumnya, kehidupan pada umumnya, kebebasan pada umumnya dan lain-lain. Mereka memandang umum atau yang abstrak, dan hal ini atau tradisi membicarakan “yang umum” memuncak pada Hegel. Akan tetapi, menurut Kierkegaard filsafat harus mengutamakan manusia individual. Kierkegaard juga mengemukakan kritik tajam terhadap gereja Lutheran yang merupakan gereja kristen resmi di Denmark saat itu. Masalah yang dikritik olehnya adalah karena banyak orang mengaku kristen di sana namun, kebanyakan tidak benar karena kristen tidak melekat di hati mereka, tidak dianut sepenuh kepribadian dan terdapat kemunafikan.
Pengaruh Kierkegaard belum tampak ketika ia masih hidup, karena ia menulis karyanya dalam bahasa Denmark. Barulah di akhi abad ke-19 karya-karya Kierkegaard mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Jerman. Karyanya menjadi sumber penting bagi filsafat abad ke-20. Karenanyalah Soren Aabye Kierkegaard di sebut-sebut sebagai Bapak Filsafat Eksistensialisme.

2.      Jean Paul Sarte
Jean Paul Sartre (1905-1980) lahir tanggal 21 Juni 1905 di Paris. Ia berasal dari keluarga Cendikiawan. Ayahnya seorang Perwira Besar Angkatan Laut Prancis dan ibunya anak seorang guru besar yang mengajar bahasa modern di Universitas Sorbone. Ketika ia masih kecil ayahnya meninggal, terpaksa ia diasuh oleh ibunya dan dibesarkan oleh kakeknya. Di bawah pengaruh kakeknya ini, Sartre dididik secara mendalam untuk menekuni dunia ilmu pengetahuan dan bakat-bakatnya dikembangkan secara maksimal. Pengalaman masa kecil ini memberi ia banyak inspirasi. Diantaranya buku Les Most (kata-kata) berisi nada negatif terhadap hidup masa kanak-kanaknya.
Meski Sartre berasal dari keluarga Kristen protestan dan ia sendiri dibaptiskan menjadi katolik, namun dalam perkembangan pemikirannya ia justru tidak menganut agama apapun. Ia atheis. Ia mengaku sama sekali tidak percaya lagi akan adanya Tuhan dan sikap ini muncul semenjak ia berusia 12 tahun. Bagi dia, dunia sastra adalah agama baru, karena itu ia menginginkan untuk menghabiskan hidupnya sebagai pengarang. Sartre tidak pernah kawin secara resmi, ia hidup bersama Simone de Beauvoir tanpa nikah. Mereka menolak menikah karena bagi mereka pernikahan itu dianggap suatu lembaga borjuis saja. Dalam perkembangan pemikirannya, ia berhaluan kiri. Sasaran kritiknya adalah kaum kapitalis dan tradisi masyarakat pada masa itu. Ia juga mengeritik idealisme dan para pemikir yang memuja idealisme. Pada tahun 1931 ia mengajar sebagai guru filsafat di Laon dan Paris. Pada periode ini ia bertemu dengan Husserl. Semenjak pertemuan itu ia mendalami fenomenologi dalam mengungkapkan filsafat eksistensialisme-nya. Ia menjadi mashur melalui karya-karya novel dan tulisan dramanya. Dalam bidang filsafat, karyanya yang sangat terkenal adalah Being ang.
Dalam pemikirannya ia menyatakan bahwa eksistensi mendahului esensi. Jika dalam penciptaan sesuatu maka kita perlu menciptakan konsep yang merupakan esesnsi dari benda tersebut dan benda yang sudah diciptakan tersebut kita sebut sebagai eksistensi. Karena Sarte merupakan seorang atheis maka dalam pandangannya tidak ada yang menciptakan manusia dan tidak ada yang menkonsep manusia sebelum mereka diciptakan karena Tuhan menurut Sarte adalah “tidak ada”.

3.      Friedrich Nietzsche
Nietzsche adalah seorang filsuf Jerman. Tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul?”. Jawabannya adalah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani. Menurutnya manusia yang bereksistensi adalah manusia yang mempunyai keinginan untuk berkuasa (will to power), dan untuk berkuasa manusia harus menjadi manusia super (ـbermensch) yang mempunyai mental majikan bukan mental budak. Dan kemampuan ini hanya dapat dicapai dengan penderitaan karena dengan menderita orang akan berfikir lebih aktif dan akan menemukan dirinya sendiri.

5.      Karl Jaspers
Memandang filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri. Eksistensialismenya ditandai dengan pemikiran yang menggunakan semua pengetahuan obyektif serta mengatasi pengetahuan obyektif itu, sehingga manusia sadar akan dirinya sendiri .Ada dua fokus pemikiran Jasper, yaitu eksistensi dan transendensi.

6.      Martin Heidegger
Martin Hiedegger merupakan pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari “being”. Heidegger berpendapat bahwa “Das Wesen des Daseins liegt in seiner Existenz”, adanya keberadaan itu terletak pada eksistensinya. Di dalam realitas nyata being (sein) tidak sama sebagai “being” ada pada umumnya, sesuatu yang mempunyai ada dan di dalam ada, dan hal tersebut sangat bertolak belakang dengan ada sebagai pengada. Heidegger menyebut being sebagai eksistensi manusia, dan sejauh ini analisis tentang “being” biasa disebut sebagai eksistensi manusia (Dasein). Dasein adalah tersusun dari da dan sein. “Da” disana (there), “sein” berarti berada (to be/being). Artinya manusia sadar dengan tempatnya. Inti pemikirannya adalah keberadaan manusia diantara keberadaan yang lain, segala sesuatu yang berada diluar manusia selalu dikaitkan dengan manusia itu sendiri, dan benda-benda yang ada diluar manusia baru mempunyai makna apabila dikaitkan dengan manusia karena itu benda-benda yang berada diluar itu selalu digunakan manusia pada setiap tindakan dan tujuan mereka.



BAB III
KESIMPULAN

Filsafat Eksistensialisme merupakan filsafat yang muncul pada abad ke-19 dan masyhur di abad ke-20. Sebab kemunculan  filsafat yang satu ini diakibatkan oleh ketidak puasan para eksistenisalis terhadap paham Materialisme, Idealisme juga dikarenakan keadaan Eropa Barat pada saat itu. Mendobrak paham Materialisme yang memandang kejasmanian sebagai keseluruhan manusia, sedangkan jasmani hanyalah merupakan bagian dari manusia tanpa memperdulikan bahwa manuisa berfikir dan berkesadaran. Akan tetapi sebaliknya, dalam idealisme aspek berfikir dan berkesadaran yang terlupakan dalam materialisme justru dijunjung tinggi oleh idealisme hingga seluruh manusia, tidak ada barang lain selain pikiran. Maka, paham eksistensialisme hadir sebagai jalan keluar dan penengah antara keduanya. Filsafat eksistensialisme menyatakan bahwa manusia merupakan objek juga subjek.
Diantara para filsuf Eksistensialisme yang terkenal adalah sebagai berikut:
1.      Soren Aabye Kierkegaard, sebagai bapak filsafat eksistensialisme yang memberikan pengaruh besar terhadap munculnya filsafat eksistensialisme di abad ke-20.
2.      Jean Paul Sartre, seorang atheis yang memilik paham eksistensialis. Jika cara berfikir Soren Aabye Kierkegaard masih kental dengan cara berfikir seorang kristen maka, cara berfikir Jean Paul Sarte merupakan cara berfikir seorang atheis.
3.      Friedrich Nietzsche, seorang filsuf Jerman. Dalam tujuan filsafatnya adalah untuk menjawab pertanyaan “bagaimana caranya menjadi manusia unggul?”. Dan jawabannya ialah manusia bisa menjadi unggul jika mempunyai keberanian untuk merealisasikan diri secara jujur dan berani.
4.      Karl Jaspers, ia mengatakan bahwa filsafat bertujuan mengembalikan manusia kepada dirinya sendiri.
5.      Martin Hiedegger, merupakan seorang pemikir yang ekstrim, hanya beberapa filsuf saja yang mengerti pemikiran Heidegger. Pemikiran Heidegger selalu tersusun secara sistematis. Tujuan dari pemikiran Heidegger pada dasarnya berusaha untuk menjawab pengertian dari “being”.



DAFTAR PUSTAKA

Hadiwijono, Harun, Sari Sejarah Fisafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Muzairi, Eksistensialisme Jean Paul Sartre, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002.
Surajiyo, Drs. .Ilmu Filsafat (Suatu Pengantar), Jakarta: Bumi Aksara, 2005.
Tafsir, Ahmad. Filsafat Umum (Akal dan Hati Sejak Thales Sampai Capra), Jakarta : PT. Remaja Rosda Karya, 1990.
Wiramihardja, Sutardjo A.,  Pengantar Filsafat, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.
Zubaedi, dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga Revolusi Sains ala Khomas Khun, Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2010.



0 Comments:

Posting Komentar

Bagikan Komentarmu